Ia juga menyoroti bahwa kasus kebocoran data terus berulang, meski UU Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan sejak 2022 lalu.
“Sayangnya, dari berbagai kasus tersebut, kerap kali tidak ada proses hukum yang akuntabel, dan korban tidak mendapat pemulihan,” terang Wahyudi.
Menurutnya, debat tentang “Bjorka asli” tak penting dalam konteks hukum siber.
“Dalam ruang digital, siapa pun berhak menggunakan identitas apa pun tanpa perlu dikenal asli atau palsu,” tukas Wahyudi.***
Artikel Terkait
Jadi Mitra Dagang Terbesar ke-10, Taiwan Apresiasi Indonesia
Jelang Hari Bela Negara, Forum Pimred Gelar Diklat Nasional dan Malam Apresiasi
Berdayakan Santri, Baznas Gelar Bootcamp Santripreneur Kompetisi 2025 Klaster Industri Kreatif
KPK Ungkap Modus Jual Beli Kuota Haji 2024 oleh Travel Ilegal, Uang Dikembalikan Nyaris Rp100 Miliar
4 Poin Kritis Ahli di Praperadilan Nadiem Makarim: Nilai Alat Bukti Dibuat-buat, Rugi Uang Belum Tentu Korupsi