Kasus dugaan korupsi ini bermula dari terbitnya Keputusan Menteri Agama (Kepmenag) RI Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam keputusan tersebut, pembagian 20.000 kuota haji tambahan dibagi rata, yaitu 10.000 untuk jamaah reguler dan 10.000 untuk jamaah khusus.
Padahal, menurut Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Kebijakan itu menimbulkan dugaan adanya pergeseran jatah haji reguler ke haji khusus, yang dinilai menguntungkan penyelenggara haji swasta.
Padahal, kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi diberikan dengan tujuan mempercepat antrean calon jemaah reguler yang telah menunggu bertahun-tahun.
KPK juga mendalami dugaan adanya lobi dari pihak asosiasi haji kepada Kemenag dalam proses pembagian kuota tambahan tersebut.
Tidak hanya itu, penyidik turut menelusuri adanya dugaan pemberian uang dari sejumlah travel haji kepada pejabat Kemenag untuk mendapatkan kuota tambahan.
Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut belum mengumumkan siapa saja pihak yang berpotensi menjadi tersangka.
KPK memastikan seluruh proses penyidikan berjalan independen, tanpa tekanan atau campur tangan dari pihak mana pun.***
Artikel Terkait
Para Guru Besar Akui Indonesia Kian Diperhitungkan Dunia, di Setahun Prabowo–Gibran
Rosan Roeslani Optimis Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Singgung soal Investasi hingga Eksistensi Danantara
Istana Soal Pemecatan Patrick Kluivert: Evaluasi hingga Desak PSSI Ngebut Cari Pelatih Pengganti
Ancaman Dana MBG Tak Terserap Bakal Ditarik Menkeu, BGN Pastikan Rp71 Triliun Habis di Akhir 2025
Skandal BBM: Nama Vale, Adaro, dan PAMA Disebut, Pengamat Nilai Negara Bisa Tagih Kelebihan Selisih Harga