Wamen Fajar: Keadilan Akses Pendidikan Harus Diperjuangkan Lewat Gerakan ARPS

photo author
- Jumat, 21 November 2025 | 22:32 WIB
Wamen Fajar: Keadilan Akses Pendidikan Harus Diperjuangkan Lewat Gerakan ARPS
Wamen Fajar: Keadilan Akses Pendidikan Harus Diperjuangkan Lewat Gerakan ARPS



Edisi.co.id, Jakarta Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, menegaskan pentingnya memperjuangkan keadilan akses pendidikan melalui gerakan kolektif pencegahan anak rentan putus sekolah. Pesan ini disampaikan Wamen Fajar saat membuka Workshop Fasilitasi Daerah Pendukung Program Revitalisasi Sekolah yang diselenggarakan oleh Direktorat SMA, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), di Kota Tangerang Selatan, Kamis malam (20/11).

Gerakan Anak Rentan Putus Sekolah (ARPS) merupakan upaya identifikasi dini, pendampingan, dan penguatan motivasi kepada siswa yang menunjukkan tanda-tanda kerentanan putus sekolah. Kegiatan lokakarya ini dihadiri Kepala Bidang SMA Provinsi Jambi, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Maluku Utara, penanggung jawab ARPS tingkat provinsi, kepala SMA pelaksana gerakan, serta fasilitator dan tim teknis Direktorat SMA.

Dalam sambutannya, Wamen Fajar menekankan bahwa ARPS adalah gerakan sukarela yang lahir dari kepedulian bersama, bukan instruksi atau kewajiban programatik pemerintah pusat. “Keadilan akses pendidikan itu tidak diberikan, tetapi diperjuangkan. Perjuangan itu dilakukan oleh kita semua,” ujar Wamen Fajar.

Baca Juga: Menag Dapat Anugerah Penggerak Nusantara 2025 Bidang Harmoni dan Ekoteologi

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada sekolah-sekolah dan pemerintah daerah yang telah menginisiasi berbagai langkah pencegahan tanpa menunggu mandat formal, sebagai wujud kesadaran moral untuk memastikan hak pendidikan bagi seluruh anak.

“Gerakan ini lahir dari kesadaran moral, bukan instruksi. Karena itu nilainya sangat tinggi,” tegasnya.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 menunjukkan bahwa partisipasi sekolah kelompok usia 16–18 tahun masih menjadi yang terendah dibanding jenjang lainnya. Lebih dari 20 persen lulusan SMP tidak melanjutkan ke jenjang SMA/SMK, dan per November 2025 tercatat sebanyak 453.605 siswa putus sekolah pada jenjang tersebut.

Menindaklanjuti kondisi tersebut, Direktorat SMA telah menginisiasi Gerakan ARPS sejak 2021. Direktur SMA, Winner Jihad Akbar, menyampaikan bahwa gerakan ini telah berjalan di delapan provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi, Aceh, NTB, Maluku Utara, serta Bali, dan telah melibatkan lebih dari 900 sekolah.

Baca Juga: Dukung Akselerasi Peningkatan Mutu SDM Perawat Indonesia ke Jepang, Fuji Academy Hadir di Biomedical Campus, BSD City

Dari implementasi tersebut, ucap Winner, 8.491 siswa teridentifikasi sebagai anak rentan putus sekolah dan 76 persen di antaranya berhasil dicegah agar tetap bersekolah melalui pendampingan intensif. “Tujuan utama gerakan ini adalah menjaga keberlanjutan upaya pencegahan agar setiap anak benar-benar mendapatkan haknya atas pendidikan yang bermutu,” jelas Winner.

Melihat hal tersebut, Wamen Fajar menjelaskan bahwa kerentanan putus sekolah tidak hanya dipicu oleh faktor ekonomi, tetapi juga masalah psikologis, kondisi keluarga, lingkungan sosial, serta rendahnya motivasi belajar. Ia menyoroti kecenderungan remaja yang terpengaruh oleh budaya digital serba cepat dan instan.

“Pengaruh media sosial membuat banyak anak terjebak pada pola pikir cepat tapi dangkal. Etos belajar melemah karena mereka melihat jalan pintas sebagai hal yang normal,” ujarnya.

Lebih jauh, Wamen Fajar mengingatkan bahwa sekolah harus peka mendeteksi perubahan perilaku siswa, seperti peningkatan absensi, penurunan capaian belajar, atau perilaku indisipliner yang berulang. Deteksi dini diperlukan agar sekolah dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran dan pendampingan terhadap siswa yang membutuhkan perhatian khusus.

Baca Juga: Kepala BPJPH: Dukungan Presiden Prabowo Percepat Penguatan Industri Halal, Ekosistem Halal Kunci Kemandirian Ekonomi Nasional

Wamen Fajar menegaskan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melayani semua anak tanpa diskriminasi. Ia memberi contoh implementasi jalur afirmasi di sekolah-sekolah favorit yang membuka akses bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem (desil 1 dan 2).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henri Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X