Menurut Mualem, banjir yang terjadi saat ini bukan bencana biasa.
Banjir yang melanda Aceh sebagai tsunami jilid kedua, karena dampak dan luas wilayah terdampaknya lebih parah dari peristiwa tsunami pada 2004.
"Kalau tsunami 2004, air hanya datang sekitar 2 jam," terang Mualem.
"Akan tetapi, bencana banjir kali ini, air menggenangi rumah warga sampai lima hari lebih. Ini penderitaan luar biasa bagi rakyat Aceh," tambahnya.
Mendagri: Tak Bisa Ditangani Mandiri
Secara terpisah, Mendagri Tito justru menekankan kemandirian pemerintah daerah (pemda) dalam menangani bencana di daerah harus memperhatikan skala bencana tersebut.
Terkait 3 pejabat Bupati Aceh yang menyatakan tak sanggup atasi bencana di wilayahnya, Tito menilai hal tersebut karena tidak semua bencana bisa ditangani secara mandiri.
"Jangan berpikir bahwa semua bencana pasti harus kepala daerahnya mandiri," ungkap Tito di Kantor Kemendagri, Jakarta, pada Selasa, 2 Desember 2025.
"Enggak begitu, ada skala-skalanya. Level bencana itu ada skala-skalanya," sebutnya.
Di sisi lain, Tito memaklumi apabila kepala daerah tersebut menyatakan ketidaksanggupan dalam menangani bencana tersebut.
Hal ini mengingat skala dari bencana di Pulau Sumatra tersebut.
"Kalau yang seperti bencana Sumatera ini, kita serahkan kepada kepala daerahnya saja, wah mereka setengah mati," jelas Tito.
"Kasihan rakyatnya, kasihan juga kepala daerahnya. Dia pun mungkin terdampak juga keluarganya," tandasnya.***
Artikel Terkait
Bekas Tambang Ditinggal Tanpa Reboisasi, WALHI Ungkap Perusahaan Justru Tanam Sawit: Itu Keuntungannya Dinikmati Siapa?
Kementerian ESDM Bakal Evaluasi 23 Izin Tambang di 3 Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor di Sumatera
Update Korban Banjir-Longsor Sumatera: 867 Orang Meninggal Dunia dan 521 Lainnya Masih dalam Pencarian
Presiden Prabowo: Negara Bergerak Cepat Tangani Bencana, Indonesia Bangsa yang Kuat
Presiden Prabowo Melepas Kontingen Indonesia dengan Target Prestasi Maksimal di Thailand