Oleh: Novita Sari Yahya
Edisi.co.id - Pembangunan menuju Indonesia Emas 2045 memerlukan fondasi sosial yang kokoh. Dalam konteks tersebut, pemuda, lingkungan hidup, dan dinamika kependudukan merupakan tiga pilar yang saling berkaitan dan menentukan kualitas ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga tidak hanya berhubungan dengan penguatan ekonomi rumah tangga, tetapi juga mencakup ketahanan sosial, pendidikan, kesehatan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan iklim serta dinamika demografis. Dokumen pemerintah, kajian ilmiah, dan laporan internasional menegaskan bahwa generasi muda memegang peran penting sebagai motor perubahan dan penentu arah pembangunan nasional.
Pemuda sebagai Fondasi Ketahanan Keluarga
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan menyebutkan bahwa pemuda adalah warga negara berusia 16–30 tahun. Kelompok usia ini berada pada fase produktif dan strategis dalam pembangunan. Indonesia sedang berada dalam periode bonus demografi pada 2020–2035, yaitu kondisi ketika penduduk usia produktif lebih besar dibanding penduduk tidak produktif. Bonus demografi menawarkan peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan tepat.
Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Rencana Strategis Kemenpora 2020–2024 menegaskan perlunya penguatan kapasitas pemuda sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas SDM nasional. Ketika pemuda memiliki akses pendidikan yang baik, kesempatan kerja yang layak, kemampuan literasi digital, serta nilai-nilai kepedulian sosial, mereka akan tumbuh menjadi individu dewasa yang mampu membangun keluarga yang resilien. Kualitas pemuda menjadi cerminan kualitas keluarga di masa depan.
Dalam ketahanan keluarga, pemuda memegang tiga peran kunci. Pertama, meningkatkan ketahanan ekonomi melalui keikutsertaan dalam pasar kerja formal, usaha produktif, dan inovasi berbasis teknologi. Keberhasilan pemuda memasuki dunia kerja menentukan stabilitas ekonomi keluarga yang akan mereka bangun. Kedua, memperkuat ketahanan sosial dengan berperan aktif dalam organisasi kepemudaan, kegiatan komunitas, serta gerakan sosial. Partisipasi pemuda dalam kegiatan kolektif membantu membentuk jejaring sosial yang kuat sebagai penopang ketahanan keluarga. Ketiga, membangun ketahanan ekologis melalui perilaku ramah lingkungan, gaya hidup hemat energi, dan pengelolaan sampah rumah tangga.
Lingkungan sebagai Penentu Kualitas Kehidupan Keluarga
Lingkungan hidup memiliki pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa pencemaran udara, kerusakan hutan, degradasi mangrove, penurunan kualitas air, serta meningkatnya bencana hidrometeorologi membawa tantangan serius bagi kehidupan masyarakat.
Laporan IPCC tahun 2021 juga menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensi kejadian cuaca ekstrem di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Banjir, longsor, gelombang panas, dan kekeringan berpotensi mengganggu kesehatan keluarga, menurunkan produktivitas ekonomi, dan menimbulkan tekanan psikososial. Keluarga yang tinggal di wilayah rawan bencana atau di daerah dengan kualitas lingkungan yang menurun biasanya menghadapi biaya hidup yang lebih tinggi. Mereka memerlukan pengeluaran tambahan untuk kesehatan, air bersih, dan kebutuhan dasar lainnya.
Bappenas melalui Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2021 menekankan pentingnya keterlibatan seluruh masyarakat dalam pengendalian perubahan iklim. Rumah tangga menjadi unit terkecil yang dapat berkontribusi melalui pengurangan emisi, pengurangan sampah plastik, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan air. Pengelolaan sampah rumah tangga juga sangat menentukan kualitas lingkungan sekitar. Mengurangi timbulan sampah plastik dan meningkatkan daur ulang dapat membantu mengurangi risiko pencemaran.
KLHK (2020 dan 2021) juga menyoroti pentingnya rehabilitasi ekosistem, khususnya ekosistem pesisir dan mangrove. Mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, termasuk melindungi pesisir dari banjir rob dan abrasi. Ketika lingkungan pesisir lebih aman, keluarga yang tinggal di wilayah tersebut memiliki perlindungan yang lebih baik terhadap kerusakan harta benda dan kehilangan mata pencaharian.
Dinamika Kependudukan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia menghadapi dinamika kependudukan yang terus berubah menuju 2045. Pertumbuhan penduduk, persebaran yang tidak merata, dan meningkatnya arus urbanisasi mempengaruhi ketahanan keluarga. Di banyak daerah, angka pertumbuhan penduduk masih cukup tinggi, sementara daerah lain mengalami penurunan penduduk produktif. Urbanisasi yang cepat menciptakan tekanan pada infrastruktur kota seperti air bersih, transportasi, perumahan, dan kesehatan.
World Bank melalui Indonesia Climate and Development Report tahun 2020 menekankan bahwa interaksi antara perubahan iklim, kemiskinan, dan tekanan penduduk dapat menghambat pencapaian pembangunan. Jika kualitas pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja tidak meningkat seiring pertumbuhan penduduk, maka tingkat kesejahteraan keluarga dapat mengalami tekanan. Keluarga dengan pendidikan rendah atau akses ekonomi terbatas cenderung menghadapi risiko kemiskinan lebih tinggi ketika terjadi gangguan lingkungan atau ekonomi.
Artikel Terkait
Beredar Insiden Banjir Bandang Menerjang Wilayah Pesisir di Arab Saudi, Puluhan Mobil Terendam
Kisruh Universitas Darma Agung. Tim Hukum Rektor UDA Versi Partahi Siregar Desak LL Dikti Wil.1 Sumut Hentikan Wisuda Versi Suwardi Lubis
Hexana Tri Sasongko Dinobatkan sebagai Infobank CEO of The Year 2025 Berkat Transformasi Digital IFG
SMK Kesehatan Bantul Salurkan Bantuan Bencana Sumatera Melalui LAZISKU
Dengan Suara Bergetar, Seorang Pria Terus Kumandangkan Azan untuk Istrinya yang Tertimbun Longsor di Sibolga