Edisi.co.id - Ramai menuai sorotan publik terkait sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) tuai sorotan dalam kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Sebelumnya, berdasarkan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025, AS menyebutkan beberapa keberatan atas kebijakan Bank Indonesia terkait GPN dan QRIS.
Salah satunya adalah pembatasan kepemilikan asing di lembaga switching maksimal 20 persen, serta keharusan transaksi ritel domestik diproses melalui institusi switching berlokasi di Indonesia.
AS juga menyoroti minimnya pelibatan perusahaan asing saat penyusunan aturan QRIS dan hambatan kompatibilitas dengan sistem pembayaran global.
Terkini, Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menegaskan pihaknya terbuka terhadap kerja sama sistem pembayaran digital, termasuk untuk operator luar negeri seperti Visa dan Mastercard.
Airlangga menuturkan, tidak ada perubahan dalam perlakuan terhadap operator asing dalam ekosistem sistem pembayaran nasional.
Menko Ekonomi RI itu menilai, RI tetap membuka akses bagi pelaku global untuk berpartisipasi.
"Terkait dengan QRIS atau GPN, Indonesia sebetulnya terbuka untuk para operator luar negeri termasuk Master atau Visa," tegas Airlangga dalam konferensi pers secara virtual yang tayang pada Jumat, 25 April 2025.
Selain itu, Airlangga mengklaim tidak ada perlakuan diskriminatif dalam regulasi yang ada, dan kerja sama tetap terbuka selama pelaku asing bersedia mengikuti aturan main.
"Untuk di sektor credit card tidak ada perubahan, kemudian sektor gateway ini mereka terbuka masuk di front end dan partisipasi dan ini level playing field dengan yang lain," terangnya.
Airlangga menyoroti, persoalan yang timbul lebih kepada pemahaman publik atas kebijakan tersebut.
"Jadi ini masalahnya hanya penjelasan, bukan masalah substansial," tungkas Menko Perekonomian RI.***