berita

Jejak Ari Kurniawan, Relawan PMI Kota Tangerang, di Balik Truk Tangk di Tengah Banjir Bandang Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:33 WIB
Relawan PMI kota Tangerang, Ari Kurniawan di benacan Sumatera-Aceh



Edisi.co.id, Banda Aceh - Truk tangki air itu melaju perlahan di jalan berlumpur, melewati jembatan yang nyaris runtuh dan tebing rawan longsor. Di balik kemudi, Ari Kurniawan menggenggam setir dengan penuh kehati-hatian. Bukan hanya puluhan ribu liter air bersih yang ia bawa, tetapi juga harapan ratusan warga Desa Lhok Dalam, Kabupaten Aceh Timur, yang selama berhari-hari terpaksa bertahan hidup dengan air hujan.

Ari merupakan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Tangerang. Pada awal Desember 2025, ia mendapat penugasan dari PMI Provinsi Banten untuk terlibat dalam misi besar distribusi air bersih pascabencana banjir bandang di tiga provinsi: Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Bersama PMI Provinsi Banten, Ari fokus bertugas di Aceh—wilayah yang mengalami dampak cukup parah dan membutuhkan suplai air bersih secara cepat.

Pada 6 Desember 2025, Ari berangkat dari Jakarta. Ia dan puluhan relawan lain terlebih dahulu berkumpul di Markas PMI Pusat, lalu bergerak menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dari sana, sekitar 35 truk tangki air diberangkatkan melalui jalur laut menuju Aceh. Secara keseluruhan, PMI Pusat mengerahkan sekitar 60 truk tangki air ke seluruh wilayah terdampak bencana.

Baca Juga: Menkomdigi: Infrastruktur Digital Penentu Keselamatan Warga Saat Bencana

Enam hari perjalanan akhirnya terbayar. Pada 12 Desember 2025, rombongan tiba di Aceh dan bersandar di Pelabuhan Lhokseumawe. Malam itu, Ari dan para relawan beristirahat di Markas PMI Kota Lhokseumawe. Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan menuju PMI Kabupaten Aceh Timur—sekitar tiga jam perjalanan darat—sebelum akhirnya menyalurkan air bersih ke Desa Lhok Dalam, Kecamatan Peureulak.

Setibanya di lokasi, pemandangan pilu langsung menyambut. Lumpur sisa banjir bandang setinggi hampir dua meter masih menutupi sebagian rumah warga. Aktivitas belum sepenuhnya pulih, sementara kebutuhan dasar, terutama air bersih, menjadi persoalan utama.

“Warga cerita ke saya, selama kurang lebih empat hari mereka minum air hujan. Bahkan ada yang sampai dua belas hari harus membeli air bersih karena memang tidak ada pilihan lain,” kenang Ari.

Sebagian warga menampung air hujan menggunakan ember untuk mandi dan minum. Sumber air bersih berbayar berada cukup jauh dari permukiman. Jika pun tersedia, harga air berkisar antara Rp20.000 hingga Rp30.000 per toren angka yang sangat memberatkan warga yang baru saja kehilangan banyak hal akibat bencana.

Baca Juga: Kementerian PU Ungkap Bendungan Ciawi dan Sukamahi Terbukti Mengurangi Bencana Banjir di Jakarta hingga Capai 20,87 Persen

Ketika truk tangki PMI akhirnya tiba dan mulai menyalurkan air bersih, suasana berubah. Sambutan hangat dan wajah lega warga menjadi momen yang sulit dilupakan Ari.

“Mereka langsung bilang, ‘Terima kasih sudah membantu air bersihnya, jadi kami tidak minum air hujan lagi,’” tuturnya.

Distribusi air bersih tidak berjalan tanpa tantangan. Ari dan tim harus melewati jembatan yang hampir roboh serta jalan ekstrem di wilayah Desa Cet Mbon, Kecamatan Peureulak—jalan sempit di tebing yang rawan longsor, terutama saat hujan turun. Kondisi jalan yang berlumpur juga membuat ban truk berisiko tergelincir kapan saja.

Namun semua itu tak menyurutkan langkah. Bersama dua truk tangki air PMI Provinsi Banten, Ari terlibat dalam pendistribusian air bersih ke tiga desa. Total sekitar 90 ribu liter air bersih berhasil disalurkan, dengan pasokan air diambil dari PDAM Peureulak.

“Capek pasti. Tapi lihat warga jauh lebih capek dengan kondisi mereka sekarang, itu yang bikin kita tambah semangat untuk bantu,” ucapnya.

Baca Juga: Prabowo Tinjau Pengungsi di Agam, Kejar Hunian Sementara Rampung dalam Sebulan

Halaman:

Tags

Terkini