Kemudian Rasulullah Saw. bersabda,
"Dua kejahatan akan dibalas oleh Allah ketika di dunia: zina dan durhaka kepada ibu bapak." (HR Thabrani)
Demikian pula bagi umat kristen, misalnya bisa merujuk pada Matius 5:27-28, “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzina. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dengan dia di dalam hatinya.”
Menurut agama Budha, zina adalah satu dari lima perbuatan paling terlarang bersama pembunuhan, kebohongan, pencurian, dan meminum arak. Demikian juga dalam agama Hindu, dari Veda Smerti, Parasara Dharmasastra X.30, ditegaskan:
“Wanita yang memperoleh kehamilan dengan kekasih gelapnya (tidak melalui upacara pawiwahan), … harus diusir ke sebuah kerajaan asing (keluar wilayah).”
Demikian pula dengan masyarakat adat yang ada di Indonesia, pada umumnya perbuatan zina adalah sesuatu yang dilarang. Di Kenagarian Garagahan Lubuk Basung, Minangkabau, misalnya, penerapan sanksi adat terhadap pelaku tindak pidana zina, berupa denda lima karung semen; dikucilkan dari masyarakat; diusir dari kampung dan denda kepada mamak adat berupa keris, deta, saluak, dan emas. Pada masyarakat adat Tolaki, sanksi yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan terbagi menjadi 2 yaitu peohala dan pinakawi.
Menurut perspektif agama dan adat yang hidup dalam masyarakat Indonesia diatas, jelas bahwa secara materiil perundang-undangan, Permen No. 30/2021 ini, mengabaikan “suasana kebatinan,” atau “semangat” atau “rechtsidee” yang ada dalam masyarakat Indonesia. Padahal sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelaskan, bahwa dalam tata hukum Indonesia, hukum yang hidup dalam masyarakat merupakan sumber hukum tertinggi. Penjelasan UndangUndang dasar 1945 dalam hal ini menyebutnya sebagai “Hukum Dasar yang Tidak Tertulis” atau dalam istilah ilmu hukum disebut “Droit Constituionel”.
Di samping rechtsidee ini, ada undang-undang dasar yaitu suatu jenis “Hukum Tertulis” dalam suatu tingkat yang tertinggi sebagai bagian dari hukum dasar yang oleh penjelasan disebut dengan istilah asing “Loi Constituionelle”, yang isinya adalah instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara negara. Di dalam hukum dasar yang tertulis ini terdapat ketentuan-ketentuan dan dasar-dasar untuk dibentuk peraturan pelaksanaan instruksi-instruksi tersebut yang disebut undang-undang.
Baca Juga: PP Salimah Menolak Permen Dikbudristek Tentang Penanganan Kekerasan Seksual
Secara formil, Permen No,30/2021 ini juga patut dipertanyakan keabsahan yang menjadi dasar hukumnya. Sebab, mengacu pada Undang-undang No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di dalam pasal 8 ayat 2 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi. Maka terbitnya Peraturan Menteri ini menjadi cacat formil, karena tidak ada undang-undang yang lebih tinggi yang menjadi sumber hukumnya.
Dengan berdasar uraian di atas, dari sisi manapun, Permen No. 30 Tahun 2021 ini harus di tolak. Sangat disayangkan, suatu produk perundang-undangan yang seharusnya menjadi faktor yang mampu menjadi pelindung dalam dunia pendidikan dan mengarahkan moral serta kepribadian generasi penerus bangsa, justru pemerintah malah menjadikannya sebagai alat untuk menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa. Dan terutama malah dijadikan alat untuk menjauhkan mahasiswa-mahasiswi (generasi penerus bangsa) dari ajaran agama serta nilai-nilai moral.
Dengan adanya Permen No. 30 Tahun 2021 ini, generasi muda (mahasiswa) yang seharusnya menjadi benteng penjaga moralitas bangsa, sengaja dilemahkan dengan lebih diarahkan menjadi lebih individualis dan liberalis, untuk mendegradasi nilai-nilai norma agama dan adat yang berlaku dalam masyarakat. Perbuatan zina, bagaimanapun akan berdampak negatif, baik secara indiviual (pelaku) maupun secara sosial, bahkan moral kenegaraan.
Dengan demikian, alangkah baiknya bila pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengkaji ulang dan menarik kembali berlakunya Permen Dikbudristek Dikti No. 30 tahun 2021. Sebelum segala sesuatunya berdampak luas dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.