Meskipun perubahan kedua dari UU Otsus tersebut menyatakan pemekaran Papua dapat dilakukan juga oleh pemerintah pusat dan DPRRI, Yoel mengimbau agar semua pihak tidak melupakan spirit atau semangat dasar dari otonomi khusus.
“Kami juga menginginkan agar ada pertemuan dengan Bapak Presiden dan Wakil Presiden. Kami mendukung kebijakan pemerintah tentang moratorium pembentukan DOB. Kami berharap kepada beliau-beliau agar mempertimbangkan aspirasi masyarakat orang asli Papua“, kata Timotius.
Pimpian MRP juga dijadwalkan akan bertemu dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rabu pagi ini.
“Kami sangat berharap bahwa Pak Airlangga selaku Ketua Umum Partai Golkar juga mendengar aspirasi masyarakat orang asli Papua,” tutup Timotius.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan adanya banyak demonstrasi di Papua yang menentang pembentukan DOB Papua.
“Protes menolak DOB telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa seperti yang terjadi dalam aksi protes di Yahukimo. Jika pemerintah menunda, maka itu akan meredakan situasi di lapangan. Situasi lapangan memperlihatkan potensi eskalasi konflik dan memburuknya situasi HAM di Papua, terutama karena terkait rencana tambang emas di Intan Jaya, Papua,“ kata Usman.
Seperti diberitakan sebelumnya, pimpinan MRP tengah berada di Jakarta untuk menyuarakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat orang asli Papua yang sebagian besar menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua menjadi provinsi-provinsi.
Artikel Terkait
Amnesty Internasional Indonesia Desak Pemerintah Usut Tuntas Kematian Nakes di Kiwirok Papua
Atlet Kabupaten Bekasi Sumbang 90 Medali PON Ke-20 Papua untuk Jawa Barat
17 Atlet Depok Yang Berlaga di PON XX Papua terima Apresiasi dari Pemkot Depok
Komnas Akan Segera Kaji UU No. 2/2021 Tentang Perubahan Kedua Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Pemekaran Provinsi Papua, Pemerintah Lamban Korban Berjatuhan
Temui Menkopolhukam, MRP Minta DOB Papua Ditunda