edisi.co.id - Sebagian orang beralih ke pemanis buatan dengan berbagai pertimbangan, misalnya ingin menghindari bahaya kesehatan konsumsi gula murni.
Pemanis buatan ini merupakan zat sintetik atau turunan alami yang digunakan untuk memberi rasa manis di makanan atau minuman.
Kandungan kalorinya lebih sedikit bahkan tanpa kalori jika dibandingkan dengan gula biasa.
Baca Juga: Telisik Strategi Customer Zero, Cara CIO Ubah Teknologi Jadi Punya Nilai Bisnis yang Menjanjikan
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Neurology mengungkapkan risiko yang mengkhawatirkan dari pemanis buatan ini meski dianggap sehat karena merupakan pengganti gula rendah kalori.
Namun, pemanis buatan juga memiliki efek samping, yakni mempercepat penuaan kesehatan kognitif.
Studi ini melacak lebih dari 12.700 orang dewasa selama delapan tahun, memantau konsumsi pemanis seperti aspartam, sakarin, asesulfam-K, eritritol, xilitol, sorbitol, dan tagatosa.
Biasanya, pemanis buatan ditemukan dalam makanan yang dianggap ‘sehat.’
Di pasaran saat ini, banyak dijumpai jenis makanan atau minuman tersebut seperti yoghurt, air beraroma, soda diet, dan makanan penutup rendah kalori.
Studi ini membandingkannya dengan soda diet tunggal dan menekankan bahwa orang yang mengonsumsi paling banyak, kira-kira sebanyak soda diet setiap hari, mengalami penurunan kognitif 62 persen lebih cepat.
Dengan kata lain, otak mengalami penuaan 1,6 tahun lebih cepat dari yang seharusnya.
Pemanis buatan mungkin tidak mengandung kalori sebanyak gula biasa, tetapi bukan berarti pemanis buatan bebas risiko.
Oleh karena itu, harus pandai memilah apa yang terbaik untuk kesehatan tubuh karena kesehatan menjadi investasi jangka panjang.
Artikel Terkait
Plus Minus Mobil Kecil Sebagai Pilihan Praktis untuk Mobilitas Sehari-hari
Menilik Survei Penggunaan AI untuk Liburan: 28 Persen Bantu Travel Planning dan 96 Persen Puas dengan Hasil Rekomendasinya
Kulit Berminyak Masih Bisa Pakai Compact Powder, Ini Tips Memilih dan Rekomendasinya!
Pakar Keuangan: Generasi Milenial Lebih Sadar Tabungan Darurat Sejak Krisis Ekonomi di 2008
Fenomena September Effect: Rekor Ekonomi Rata-rata Buruk, tapi Tak Selalu Dianggap Jadi Bulan Paling Merugi