Edisi.co.id - Mayoritas penduduk yang mendiami Pulau Pemana, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka berasal dari Suku Buton. Kehidupan masyarakat di pulau ini tentunya tidak terlepas dari Kasuami, makanan lokal wajib disajikan saat pesta pernikahan, syukuran kelahiran, dan hari raya. Bagi masyarakat di luar Suku Buton mendengar sebutan Kasuami mungkin terdengar asing. Kuliner khas kelompok etnis yang berasal dari Sulawesi Tenggara ini diwariskan turun temurun oleh masyarakat di Desa Gunung Sari dan Desa Pemana.
Makanan lokal ini karena terbuat dari singkong mentah dan parutan kelapa sebagai bahan dasar. Cara pembuatan Kasuami pun sangat khas. Kasuami ini ada dua macam, Kasuami ubi kering dan Kasuami ubi basah. Kasumai kering terbuat dari irisan singkong kering yang direndam selama dua malam lalu dijemur. Saat dibutuhkan untuk membuat kasuami kering, singkong mentah yang telah kering ini diambil lalu ditumbuk menggunakan lesung dan diberi sedikit air.
Singkong ditumbuk setengah tepung masih menyisahkan tekstur kasar. Setelah ditumbuk dikeluarkan dari lesung dan disimpan dalam selembar karung sebagai pembungkus. Bungkusan yang berisi singkong tumbuk ini dijepit pada hopia. Hopia ini adalah alat pengering ubi kayu tradsional Suku Buton yang terbuat dari papan kayu.
Baca Juga: Cafe Bhumi Hadirkan Kuliner untuk Wisatawan di Lembah Harau
Alat tradisional ini berfungsi membantu mengeluarkan kandungan air pada singkong mentah yang kering maupaun basah.Hopia memiliki panjang kurang lebih dua meter dengan lebar 8 centi meter. Cara menggunakannya, singkong yang telah dibungkus karung diletakan pada bagian ujung hopia. Di antar dua bilah papan kayu kemudian dijepit pada bagian ujungnya dan ditekan menggunakan tangan atau duduk. Barulah singkong tumbuk ini dikeluarkan dari pembungkus dan diletakan pada wadah.
Proses pengeringan singkong basah juga sama. Singkong yang sudah bebas kandungan airnya kering ini dicampur kelapa parut dan gula. Setelah dicampur di letakan di dalam wadah anyaman lontar berbentuk kerucut. Wadah anyaman lontar berisi singkong dimasukan di atas mulut periuk tembaga. Terlebih dahulu periuk tembaga disi air dan dipanaskan hingga mendidi. Sehingga uap air mendidi mempercepat kematangan kasuami. Masyarakat Suku Buton di Pulau Pemana ini memasak kasuami menggunkan tungku api dengan kayu bakar.
Menurut masyarakat di Desa Gunung Sari, memasak menggunakan tungku api dan kayu bakar, memberikan cita rasa yang khas terhadap kasuami. Rasanya lebih enak dan teksturnya lebih lembut. Ciri khas warna kasuami dari singkong kering berwarna gelap. Kasuami singkong basah warnanya putih. Soal rasa keduanya sangat enak hanya sedikit perbedaan aroma.
Kasumai dikukus selama lima belas hingga dua puluh menit. Sampai benar-benar matang dan saat dikeluarkan dari wadah anyaman ini bentuknya tidak hancur. Makanan lokal ini bisa disantap saat masih hangat atau dingin. Kasumai ini juga lebih nikmat jika disantap bersama segelas kopi. Tapi sebagian besar Masyarakat Suku Buton juga mengkonsumsi kasuami menggunakan ikan kuah mangga muda.