nasional

40 Ribu Pekerja Tekstil Terancam PHK Bila Usulan BMAD Sebesar 45 Persen terhadap Bahan Baku China Diterapkan

Selasa, 26 Agustus 2025 | 10:56 WIB
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menyebut ada sepuluh laporan yang diterima terkait pasokan gas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) (Instagram/febrihendri)

Edisi.co.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberi peringatan keras soal potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor tekstil.

Diperkirakan hingga 40 ribu pekerja terancam kehilangan pekerjaan jika usulan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) 45 persen terhadap bahan baku asal China benar-benar diterapkan.

Sebelumnya, usulan kebijakan tersebut pertama kali muncul dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Mereka mengajukan pengenaan BMAD tinggi untuk benang filamen tertentu yang digunakan sebagai bahan baku industri tekstil.

Baca Juga: Sorotan Khusus: Warga RI Ramai Tinggalkan Facebook demi Eksis di Tiktok, Youtube Digandrungi Gen X di 2025

Terkini, Juru Bicara (Jubir) Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief menegaskan kebijakan itu bisa memukul keras industri hilir tekstil. Padahal, sektor ini saat ini menyerap puluhan ribu tenaga kerja di dalam negeri.

“Ini akan menjadi tragedi nasional. Sedangkan potensi PHK di sektor hulu yang jauh lebih kecil masih bisa dimitigasi melalui optimalisasi serapan lokal,” kata Febri dikutip dari keterangan resmi Kemenperin, pada Minggu, 24 Agustus 2025.

Menurut Febri, kebijakan impor maupun perlindungan tarif seharusnya berdasar pada prinsip keadilan bagi industri hulu, intermediate, maupun hilir. Ia menekankan keseimbangan menjadi kunci agar semua sektor tetap bisa bertahan.

Jubir Kemenperin menambahkan, industri hilir yang berorientasi ekspor sudah mendapat berbagai fasilitas agar kompetitif di pasar global. Sementara untuk pasar domestik, pemerintah mendorong agar lebih banyak menggunakan produk substitusi impor.

Kendati demikian, Kemenperin menyoroti persoalan internal di tubuh Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).

Dari 20 anggota asosiasi, hanya 15 perusahaan yang melaporkan aktivitas industrinya melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), sedangkan lima lainnya tidak melapor.

Perihal itu, Febri menyebut adanya kontradiksi pada sebagian anggota APSyFI. Beberapa perusahaan justru tercatat meningkatkan impor hingga 239 persen dalam setahun, dari 14,07 juta kilogram pada 2024 menjadi 47,88 juta kilogram pada 2025.

“Di satu sisi mereka menuntut proteksi, di sisi lain aktif menjadi importir. Ini melemahkan posisi asosiasi yang mengklaim sebagai garda depan tekstil nasional,” terangnya.

Kemenperin menekankan, pemerintah sebenarnya telah memberikan berbagai instrumen perlindungan. Di antaranya, yakni BMAD Polyester Staple Fiber (PSF) hingga 2027, BMAD Spin Drawn Yarn (SDY) sampai 2025, serta Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk benang serat sintetis hingga 2026 dan kain sampai 2027.

Diberitakan sebelumnya, KADI sempat mengusulkan pengenaan BMAD dalam rentang 5,12 hingga 42,3 persen terhadap benang filamen tertentu. Namun, usulan tersebut akhirnya ditolak oleh Menteri Perdagangan, Budi Santoso.

Halaman:

Tags

Terkini