Edisi.co.id - Di negara-negara yang memiliki bermacam agama dan keyakinan, peran jurnalis menjadi kunci penting untuk menjaga toleransi tetap terjaga. Oleh karena itu, diperlukan jurnalis yang mempunyai kepekaan dan pemahaman terhadap isu-isu agama secara mendalam.
“Hal ini untuk mencegah terjadinya disinformasi yang kini semakin mudah diproduksi sebagai akibat dari derasnya arus informasi saat ini. Apalagi, isu-isu mengenai agama kerap kali dengan mudah dijadikan komoditi dalam pertarungan politik,” jelas Dr. Bintan Humeira, M.Si, saat menjadi pembicara di hadapan sekitar 40 akademisi dari berbagai negara di forum Global SUSI Alumni Workshop, di Kampus New York University di Florence, Italia, Ahad (15/10/2023).
Bintan, menyebutkan, salah satu permasalahan global dalam keberagaman agama adalah masih adanya tindak diskriminasi serta intoleransi yang berdasarkan pada agama dan kepercayaan. Perdebatan mengenai “kebebasan berpendapat” terhadap agama atau kepercayaan tertentu seringkali justru meningkatkan aksi intoleransi berbasis agama dan kepercayaan yang berimplikasi pada pecahnya perdamaian dunia termasuk di Indonesia.
Baca Juga: Hanya 2 dari 8 Hakim MK yang Setuju Penurunan Syarat Usia Capres dan Cawapres
Ia mencontohkan, sepanjang tahun 2020 lalu, setidaknya ada 422 aksi pelanggaran kebebasan beragama terjadi di Indonesia. “Untuk memberitakan persoalan-persoalan yang sensitif seperti itu, diperlukan kepekaan jurnalis agar pesan yang disampaikan ke publik tidak disalahartikan,” tutur Ketua Prodi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini lagi.
Atas dasar itulah Ia melihat, diperlukan jurnalis yang memahami sepenuhnya etika, nilai, dan prinsip jurnalisme dalam peliputan dan penulisan berita. Sehingga jurnalis bisa menulis dengan benar dan bertanggung jawab apapun isunya, termasuk isu agama. Dalam konteks Indonesia, Bintan menambahkan, diperlukan jurnalis yang memiliki pengetahuan baik tentang kondisi keagamaan dalam konteks nasional dan lokal karena praktik keagamaan sangat erat kaitannya dengan sejarah dan tradisi masyarakat Indonesia.
Untuk mencetak jurnalis seperti yang dibutuhkan tersebut, perguruan tinggi dituntut peran serta aktif sebagai bentuk tanggungjawab dalam menjaga toleransi beragama di Indonesia.
“Prodi Jurnalistik FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga tengah mengembangkan kurikulum berbasiskan isu-isu yang sensitif seperti isu keagamaan. Kami mengadakan dialog kepada sejumlah pemangku kepentingan, seperti pekerja media, tokoh-tokoh agama dan juga sejumlah pakar media dari dalam dan luar negeri,” tutur Bintan, alumni SUSI dari Walter Cronkite school of journalism, Arizona State University, 2022 ini.
Forum Global SUSI Alumni Workshop ini merupakan forum dialog antar akademisi dari berbagai negara. Diadakan pada 12 – 15 Oktober 2023 di kampus New York University, Florence, Italia. Akademisi datang dari negara-negara Asia, Eropa dan Amerika Utara memaparkan berbagai persoalan mengenai isu-isu global seperti, persoalan perbatasan, diskriminasi hingga toleransi antar umat beragama.
“Kegiatan ini menjadi sangat penting untuk membangun relasi, jaringan dan kebersamaan untuk melakukan banyak kolaborasi antar akademisi dari berbagai negara,” jelas Deena Mansour, Executive Director Mansfield University of Montana, koordinator perhelatan ini di acara sama.
Artikel Terkait
Calon Anggota DPD Muhammad Yamin Kecam Kekerasan Terhadap Jurnalis di Sumatera Utara, Usut Tuntas
Jurnalis Filantropi Bersama YBM PLN Resmikan Renovasi MI Mathlaul Anwar di Rumpin
Jurnalis Filantropi Indonesia Gelar Khitan Holiday 2023 di Desa Gobang Bogor
Sosok Bersahaja Kolonel Cpm Dwi Indra Wirawan, Akrab dengan Insan Jurnalis
Cerita Pertamina ke Pokja Jurnalis Otomotif Promedia: dari Isu Polusi Udara hingga Sponsor MotoGP
Bersama Jurnalis, OPSI Membangun Kesepahaman Terkait Isu HIV