Edisi.co.id — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) mendisksusikan masa depan jurnalisme bersama guru besar di Universitas Heilongjiang, di Kota Harbin, Provinsi Heilongjiang, Tiongkok bagian utara.
Diskusi tantangan media di era 4.0, dan disrupsi teknologi sebenarnya sudah berkali-kali menjadi tema diskusi di mana-mana. Tetapi kita perlu melihat langsung ke dalam kampus jurnalisme sebagai pemasok tenaga kerja media, selain melihat problem media pers sendiri dalam menghadapi tantangan.
Dari kota Harbin, Mohammad Nasir, wartawan senior yang juga pengurus harian PWI Pusat melaporkan, diskusi jurnalisme itu merupakan rangkaian kegiatan lawatan PWI dan JMSI 14- 20 Oktober 2024 di Tiongkok.
Diskusi bersama akademisi pada 15 Oktober 2024 itu penting untuk melengkapi hasil tukar pengalaman yang didapat melalui kunjungan ke beberapa perusahaan media dan redaksi di kota Beijing dan Harbin.
Dalam diskusi disampaikan kembali bahwa di zaman serba internet disrupsi teknologi telah lama dirasakan perusahaan dan media pers di seluruh dunia.
Disrupsi memaksa perusahaan media pers mengubah haluan dari model bisnis tradisional menuju model baru yang belum pasti.
Sementara perguruan tinggi juga harus mengubah kurikulum dan menyiapkan para dosen yang mampu mengajarkan materi baru di
bidang jurnalisme.
Kalau perguruan tinggi tidak mengubah mata kuliah yang tidak nyambung (link and match) dengan dunia kerja media baru, maka kampus jurnalisme tidak laku. Lulusannya tidak bisa terserap di dunia media baru.
Diskusi berlangsung di Ruang 742 Gedung Huiwen Universitas Heilongjiang. Narasumber berasal dari Institut Jurnalisme dan Komunikasi Universitas Heilongjiang (Heilongjiang University Institute of Journalism and Communication).
Mereka adalah Prof Zhao Hongyan (pengampu mata kuliah jurnalisme) dan Prof Jiang Dafeng (Direktur Departemen Komunikasi), serta Wu Heng, Dekan Eksekutif Institut Jurnalisme dan Komunikasi Universitas Heilongjiang.
Prof Zhao Hongyan mengawali diskusinya dengan menyampaikan posisi media baru di masa transisi yang mengalami perubahan yang sangat cepat. Ia memaparkan data perubahan media pers lama, media baru, dan media sosial, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Angka pemanfaatan media baru dalam berbagai platform oleh masyarakat tetap tinggi di Tiongkok dan mengalahkan media lama, seperti media cetak,” katanya.
Dalam satu dasawarsa terakhir banyak media cetak tutup dan televisi mengalami penurunan pemirsa, dan bahkan bermutasi ke bentuk media baru: multi platform.
Artikel Terkait
Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun Terima Penghargaan dari Kemenpora
PWI Pusat Pertanyakan Surat Dewan Pers dan Tindakan Pengosongan Kantor
KPU Jakarta Utara Sambut Kunjungan Pokja PWI Wali Kota Jakarta Utara
Elegan PWI Dihancurkan Dewan Pers, Siapa Dibaliknya?
PWI Pusat Somasi Ketua Dewan Pers
PWI Pusat Gelar Pelatihan GRCE, Meningkatkan Tata Kelola dan Manajemen Risiko Organisasi