"Saya tanya tadi ke Kepala SPPG, mereka itu sekali seminggu susunya. Dia bilang susu itu per hari Jumat, tapi yang (SPPG) di Cimahi yang kita kunjungi, susunya di hari Senin," jelas Hasan.
Hasan juga bercerita tentang salah satu SPPG di Cimahi, Jawa Barat, yang telah menyediakan susu dalam kemasan botol kaca untuk mengurangi sampah dan limbah.
"Di Cimahi itu lebih dari sekali susunya dan dia pakai botol kaca karena di situ ada peternakan atau pabrik susu sapi. Jadi pakai botol kaca agar tidak menimbulkan limbah," kata Hasan.
Perlu diketahui, program MBG ini, yang merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, telah resmi diterapkan di sekolah-sekolah dan posyandu di 26 provinsi di Indonesia.
Hingga saat ini, terdapat sekitar 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak sekolah dan ibu hamil.
Pesan Wamentan Soal Susu Sebelum Pelaksanaan MBG
Sebagai tambahan, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, juga mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen untuk mendukung kesuksesan program MBG. Menurutnya, makan bergizi tidak selalu harus melibatkan susu.
"Makan bergizi itu kan bukan berarti minum susu. Makan bergizi itu artinya makan dengan jumlah protein yang cukup untuk ibu hamil dan untuk anak-anak kita yang sedang sekolah," kata Sudaryono, Rabu 30 Oktober 2024 silam.
Meskipun pemerintah ingin menyediakan susu dalam program ini, pasokan susu domestik yang masih terbatas menjadi kendala.
Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan agar substitusi susu dilakukan dengan sumber protein lain seperti ayam atau telur, tergantung pada daerah masing-masing.
Di beberapa daerah penghasil susu, seperti Banyumas dan Boyolali, susu bisa diberikan sesuai dengan ketersediaan dari peternak lokal.
Seiring berjalannya waktu, Sudaryono juga menjelaskan bahwa pemerintah akan berupaya untuk meningkatkan produktivitas sapi perah dalam negeri untuk mendukung kebutuhan susu bagi MBG di masa depan.
Sudaryono menyatakan bahwa lebih dari 100 perusahaan berkomitmen untuk mendatangkan sapi indukan untuk mendukung swasembada protein, baik untuk susu maupun daging.
Menurut Sudaryono, impor sapi hidup dilakukan oleh perusahaan, bukan pemerintah.
Pemerintah hanya menyediakan dukungan melalui penyediaan lahan di beberapa wilayah, seperti di Banten, Sumatera, dan Kalimantan, untuk menampung sapi-sapi impor tersebut.
Artikel Terkait
Sebelumnya Beda Pendapat Soal Presidential Threshold, Kini Hakim Anwar Usman Tak Tangani Sidang Sengketa Pilkada Akibat Jatuh Sakit
Meski Tak Sebahaya Covid-19, Penderita HMPV Perlu Melakukan Isolasi karena Hal Ini
Rincian Biaya Haji 2025 yang Harus Dibayar Jamaah Senilai Rp55,43 Juta
MCU Gratis untuk yang Ulang Tahun Bisa Didapatkan dengan Cara Ini, Berikut Daftar Lengkap Pemeriksaan
Soroti Kluivert Jadi Pelatih Anyar Garuda, Coach Justin Ungkap Nama Besar Legenda Belanda Itu hingga Minta Suporter Berhenti ‘Hajar’ PSSI