“Dan keputusan Rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Nah, sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skorsing hingga pemberhentian tetap,” ujar Andi.
Karena status Edy adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru Besar, maka kewenangan pemberian sanksi penuh tidak hanya berada di tangan universitas.
“Harus dipahami status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, ya, khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah Kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh Kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” kata dia.
Meski demikian, Menteri Diktiristek telah memberikan kewenangan kepada pimpinan perguruan tinggi untuk mengambil tindakan.
UGM akan menetapkan keputusan resmi setelah libur Idulfitri.
“Oleh karena itu, kami setelah waktu liburan Idulfitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu,” ungkapnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan dalam ruang akademik dapat disalahgunakan. Pihak UGM menegaskan komitmen untuk melindungi korban dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.
“Yang utama adalah bagaimana perlindungan terhadap korban dan juga tindak lanjutnya untuk konseling dan juga pendampingan bagi teman-teman korban. Yang utama sebetulnya kami mencegah ke depan tidak terjadi lagi,” pungkasnya.
Artikel Terkait
DPN HKTI Dukung Pemerintah Hadapi Tarif Trump
Kecelakaan Mudik Lebaran 2025 Diklaim Menurun, Menhub Minta Pemudik Hati-hati Berkendara Saat Arus Balik
Lanud Husein Sastranegara Gelar Upacara HUT ke-79 TNI AU, Kasau Tekankan Semangat Juang dan Modernisasi Alutsista
Surya Sahetapy Kenang Momen Lucu Ketika Tinggal Bareng dengan Ray Sahetapy, Sering Terkunci dan Tidak Bisa Masuk Apartemen
Ini Makna tersembunyi Warga Korea Selatan Makan Mie yang Ditaburi Daun Bawang usai Pemakzulan Presiden Korea Yoon Suk-yeol