"Orde Baru itu bukan satu pemerintahan yang secara substansi demokrasi, melainkan secara substansi otoritarisme dengan cover demokrasi," imbuhnya.
Korupsi: dari Puluhan Miliar ke Triliunan
Mahfud kemudian memotret perubahan fenomena korupsi dari awal Reformasi hingga masa kini. Ia menilai skala korupsi di Indonesia kini semakin masif dan dianggap lumrah.
"Dulu, kalau dengar korupsi 10 miliar itu kaget luar biasa, tapi sekarang Saudara dengar triliunan, sudah menjadi berita sehari-hari korupsi," tuturnya.
Mahfud menyebut, gejala itu menjadi bukti bahwa demokrasi yang berjalan tak lagi membawa nilai substantif dalam memberantas penyimpangan kekuasaan.
Demokrasi Berjalan, Namun Tanpa Isi
Dalam paparannya, Mahfud menekankan bahwa demokrasi Indonesia kini cenderung hanya menonjolkan proses formal, bukan keberpihakan pada kepentingan rakyat.
"Demokrasi kita itu demokrasi prosedural, sudah mulai bergeser menjadi demokrasi prosedural," ujar Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu lalu menambahkan bahwa kecenderungan tersebut menggerus makna demokrasi itu sendiri.
"Dia hanya memenuhi syarat-syarat formal tapi substansinya tidak memihak kepada kepentingan rakyat," imbuh Mahfud.
Ajakan Kembali ke Demokrasi Substantif
Menutup pemaparannya, Mahfud menyampaikan ajakan agar Indonesia kembali pada demokrasi yang sesungguhnya: demokrasi yang berfokus pada nilai kemanusiaan, kesejahteraan, dan kebebasan.
"Mau dibawa ke mana arah demokrasi kita ini? Kalau saya sih ya kembali ke demokrasi substantif," pungkasnya.***
Artikel Terkait
Dukung Pemerataan Ekonomi, Investasi Manufaktur Global Terus Meningkat di Luar Jawa
Kemenperin Gandeng Kemenpora Perkuat Pengembangan Industri Olahraga Nasional
Hadirkan 46 Pakar Dunia, BMKG Bahas Strategi Pengurangan Risiko Bencana Lewat Riset ‘Plateau’
Gubernur Pramono Raih Penghargaan Tokoh Kesetaraan Akses Pendidikan Masyarakat Perkotaan
Sitaan 439 ballpres Ilegal Picu Kontroversi, Lihat Lagi soal Pedagang yang Pertanyakan Nasib Bisnis Thrifting