Menurut Dayat, apa yang disampaikan Ecoton dan dimuat di beberapa media menjadi sebuah kerugian bagi Sahabat Ciliwung yang sudah Lima tahun lalu menjalankan Program Wisata arung edukasi sungai. Bahkan, pihaknya sudah memberikan kepercayaan kepada masyarakat dengan berpedoman pada kualitas air yang diinformasikan secara online oleh kementerian bahwa kualitas air sudah membaik.
“Kami meyakinkan ke sekolah dan masyarakat bahwa Ciliwung bisa digunakan untuk Arung Edukasi. Ini kan upaya kita, jadi wisata air ini bukan hanya arung jeramnya, kami mengajak masyarakat, sambil berwisata mereka memulung sampah anorganik,” terang Dayat.
Ketika ada pemberitaan dari pernyataan Ecoton, pihaknya pun terpaksa menelan pil pahit. Sebab, beberapa sekolah dan kelompok membatalkan Arung Edukasi Ciliwung.
“Buat kami ini kerugian, bukan berbicara materi, tapi kepercayaan yang dipupuk sejak beberapa tahun lalu jadi rusak. Bayangkan, satu perahu bisa lima sampai enam orang, di Arung Edukasi Ciliwung mereka mengangkat sampah anorganik sampai dua karung per perahu,” katanya.
Selanjutnya, ada data 1.332 pohon yang terlilit sampah. Pihaknya tidak menutup mata ada sampah yang tersangkut di pepohonan sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, atau saat pihak Ecoton mengarungi Sungai Ciliwung.
“Apa ini jumlah yang pasti dan mereka hitung benar-benar. Pohon-pohon yang terlilit sampah, jika tidak, itu menjadi berita hoaks yang akhirnya memberikan dampak negatif. Setahu saya, mereka ngarung di wilayah Jakarta dan di sana tiap kilometernya ada petugas PPSU yang digaji Pemda DKI Jakarta, salah satu tugasnya untuk membersihkan itu,” ucapnya.
Kata dia, waktu pihak Ecoton mengarungi Ciliwung, malamnya hujan dan air naik. Biasanya, ada tindakan dari Personel PPSU.
“Kasihan mereka (PPSU) yang sudah berjuang membersihkan, tapi kerja mereka dianggap tidak bekerja, karena hanya seseorang yang menyewa perahu, mengarung dan membuat statement ke mana-mana. Bukan bicara boleh atau tidak, tapi tidak elok lah, ketika mereka memberikan statement dan pemberitaan tanpa melihat kerja teman-teman di Ciliwung,” papar Dayat.
Ketimbang menyebar somasi ke beberapa pejabat atau instansi dan berbicara ke mana-mana, Dayat menyarankan agar pihak-pihak tersebut untuk turut bergabung bersama pejuang-pejuang lingkungan guna melestarikan Sungai Ciliwung.
“Tentu buat Sahabat Ciliwung Depok, kami terbuka bagi siapapun yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk menjaga kelestarian Sungai Ciliwung, kita lebih baik bekerja dan melakukan aksi nyata kemasyarakat, ketimbang menyalahkan pihak-pihak tertentu,” pungkas Dayat.
Sebelumnya seperti dikutip dari Jawapos.com, Pencemaran sampah di Sungai Ciliwung menyebabkan kualitas air menjadi buruk dan tercemar. Ecoton Foundation menilai, buruknya kondisi sungai itu lantaran ketidakhadiran pemerintah. Yakni, Presiden RI, Gubernur DKI Jakarta, dan Gubernur Jawa Barat. Mereka dianggap tidak serius dalam melakukan upaya penanggulangan dan pengendalian.
Dampak pencemaran itu tentu sangat merugikan. Terutama masyarakat yang bergantung kehidupannya atas kondisi Sungai Ciliwung.
“Sejak 2019-2022 kami telah melakukan pemantauan di Sungai Ciliwung. Fakta yang ditemukan banyak terjadi pencemaran sungai seperti timbunan sampah. Kami pun telah melakukan pengujian air Sungai Ciliwung di wilayah Bogor hingga Jakarta. Hasilnya, kualitas air buruk dan tercemar,’’ kata Prigi Arisandi, direktur eksekutif Ecoton, Selasa (24/5).
Dia menilai pemerintah pusat dan daerah telah lalai dalam menjalankan kewajiban untuk melakukan pengelolaan sampah di wilayah sepanjang Sungai Ciliwung. Padahal, kewajiban itu telah diatur dalam pasal 6 huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008.
Baca Juga: Ternyata Tidak Hanya Penghasil Buah-Buahan, Ada Juga Tanam-Tanaman Penghasil Emas Lho. Apa Saja
Dalam regulasi itu, lanjut dia, disebutkan bahwa tugas pemerintah pusat dan daerah di antaranya melaksanakan pengelolaan sampah, memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.