Menelisik Gelar Kiai untuk Calon Ketua Umum PERSIS

photo author
- Jumat, 16 September 2022 | 13:36 WIB
[Ilustrasi} Balon udara dengan logo Persatuan Islam (PERSIS) - Foto: Henry Lukmanul Hakim
[Ilustrasi} Balon udara dengan logo Persatuan Islam (PERSIS) - Foto: Henry Lukmanul Hakim

 

Edisi.co.id, Banten - Calon ketua umum Persatuan Islam (PERSIS) 2022 – 2027, tampaknya, lebih “seksi” diwacanakan daripada qanun asasi/qanun dakhili (QA/QD), program jihad, dan rekomendasi/bayan. Padahal,  ketiga-tiganya penting, dan dipilah jadi “klaster” Komisi A (QA/QD), Komisi B (program jihad), dan Komisi C (rekomendasi/bayan). Ketiga “klaster”  itu kemudian jadi “satu rumah” PERSIS.

Saya membaca sebuah  flyer elektronik di media sosial, berisi foto empat calon ketua umum PERSIS, dalam Grup WA Majelis Mubahatsah, terdiri dari (ditulis sebagaimana pada flyer elektronik) : 1. K.H. ACENG ZAKARIA, 2. KH. DR. JEJE JAENUDIN, M.PD., 3. KH IMAN SETIAWAN LATIEF, SH. 4. PROF. H. ATIF LATIFUL HAYAT, SH, LLM, PHD.  Siapa yang mengangkat mereka jadi calon ketua umum PERSIS? Tampaknya, Flyer itu sendiri! Pesannya, inilah para calon yang pantas dipilih jadi ketua umum.

Keempat wacana itu boleh dibaca dengan teori kritis (huruf /t/ dan huruf /k/ kecil), boleh pula dibaca dengan Teori Kritis (huruf /T/ dan huruf /K/ kapital). Bedanya? Pembaca Teori Kritis (Critical Theory) akan menemukan korelasi dengan pemikiran Karl Heinrich Marx, meski kemudian, pemikiran si Brewok asal Jerman ini ditinggalkan Neo-Marxisme penerusnya. Tentang teori kritis (critical theory) - dan ini yang mungkin paling umum diamalkan -  didefinisikan sebagai semua pemikiran yang bersifat kritis terhadap ilmu pengetahuan dan budaya, seperti kritis terhadap pandangan Positivisme (Lubis, 2015 : 2).

Baca Juga: Foto: BEM SI Gelar Aksi Tolak BBM, Terobos Kawat Berduri Menuju Istana Negara

Atau, bedah pula keempat wacana  itu dengan Critical Discourse Analysis (Analisis Wacana Kritis) Norman Fairclough, meliputi analisis teks (mikro), analisis produksi teks (meso), dan analisis konteks di luar teks (makro).  Ketiga-tiganya bertalian satu sama lain, yang  kemudian akan membawa kita pada pemahaman wacana,  dan bahkan bisa  ”membongkar” kepentingan yang ada  di balik wacana itu.  

Cobalah kita telaah keempat wacana itu! Bagaimana diksi dan gaya bahasa untuk keempat calon ketua umum itu disusun?  Bahasa, tentu tak netral, mesti ada muatan kepentingan, termasuk muatan ideologi.

Ada yang berpikir teori kritis (critical theory) untuk keempat wacana calon ketua umum PERSIS itu?  Ada,  dan saya mau menelisik isi WA Prof. Dr. Dadan Wildan Anas, M.Hum. Perkara yang dikritisinya, foto, teks, tata bahasa, penulisan gelar, warna, atau tata letak? Bukan, ternyata gelar keagamaan, karena nomor 4 (PROF. H. ATIF LATIFUL HAYAT, SH, L.LM, PHD) tanpa gelar kiai, padahal dia sudah terhitung kiai (ulama). Calon ketua umum yang lain dilabeli gelar kiai. Nomor 4, tidak! Begini komentar Prof. Wildan di Grup WA itu, “No.3  make kiai. No.4 henteu. Gelo ieu nu nyieun flyer”. Saya yakin, pembaca WA dan pembuat flyer pun tertawa. Saya pun tertawa.

Baca Juga: Beberapa Penyakit Yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Saya baca dalam WA Grup Majelis Mubahatsah itu, wacana kedua profesor ini tak pernah serius, mereka saling meledek, saling mengejek, saling menyindir, saling menjatuhkan, dan tak pernah saling memuji. Saya membaca di balik teks, di balik wacana mereka : full heureuy. Orang yang tak tahu, mesti saja menganggap mereka berdua Tom and Jerry. Perkara yang serius hanya satu : profesor yang satu mendukung profesor yang lain  jadi ketua umum Persatuan Islam (PERSIS).

Saya menelisik wacana keempat calon ketua umum Persatuan Islam (PERSIS) ini. Wacana yang dimaksud di sini bukan wacana yang biasa dipahami sehari-hari, melainkan  wacana dalam perspektif Critical Disvourse Analysis (Analisis Wacana kritis). Dalam perspektif ini, foto keempat calon ketua umum  termasuk wacana. Pilihan foto, pilihan warna, desain flyer, tata letak, dan penempatan nomor urut pun, dalam hal ini, disebut wacana.

Saya melihat dari sudut pandang Critical Discourse Analysis Norman Fairclough. Untuk tingkat analisis teks,  tertulis memang PROF. ATIF LATIFUL HAYAT, SH, LLM, PHD. Gelar akademiknya lengkap, sama dengan gelar calon ketua umum yang lain. Tingkat analisis produksi teks, tanpa gelar kiai. Alasan tak mencantumkannya bisa diidentifikasi : karena sengaja, tidak tahu, lalai, kesalahan di tingkat produksi, atau yang lain? Semua  perlu dikonfirmasikan kepada pembuat teks (wacana). Tingkat analisis konteks di luar teks, tanpa gelar kiai itu jadi masalah serius karena  berhubungan  dengan salah satu syarat calon ketua umum, yakni ulamam sebagaimana bunyi Huruf c., Ayat (4), Pasal 80, Bab X, Qanun Dakhili PERSIS 2015 – 2020. Pembuat teks tanpa gelar kiai bisa ditafsirkan sedang menyiratkan pesan : dari empat calon ketua umum itu hakikatnya  tanpa PROF. DR. ATIF LATIFUIL HAYAT, SH, LLM, PHD., karena kurang syarat formal, yakni ulama (kiai). Oleh karena tanpa konfirmasi kepada pembuat teks (wacana), saya anggap lupa tanpa mencantumkan gelar kiai. Tetapi, lupa atau tidak lupa, ketika wacana itu sudah beredar, lalu  jadi milik  publik, maka  mereka  berhak menafsirkannya. Begitu kata orang Hermeneutika.   

Baca Juga: Foto: Jelang Gelombang Aksi Massa Penolakan BBM, Polisi Perketat Keamanan Sekitar Istana.

Protes atau koreksi  Prof. Wildan itu wujud dukungan kepada batur “heureuyna” di Grup WA Majelis Mubahatsah? Persis! Di luar produksi teks (wacana) itu, kita bisa temukan wacana lain (bandungraya.net, Kamis, 8 September 2022. 9.40 am),  di bawah judul  “Mencari Figur Ketua Umum Persis”. Prof. Wildan menulis di situ, ”Saya berpandangan, Prof. Atip yang relatif lebih muda dari Ustad Aceng, lebih tepat memimpin era baru Persis”. Ini pasti serius, bukan heureuy untuk sahabat akrabnya itu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henry Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X