Edisi.co.id - Ancaman kekerasan digital yang menyasar anak-anak di Indonesia mendorong berbagai pihak untuk mendorong terciptanya ruang digital yang aman, termasuk melalui industri game.
Wacana ini muncul di tengah kekhawatiran meningkatnya paparan konten kekerasan dan perundungan dalam dunia digital yang dapat memengaruhi generasi muda, khususnya anak-anak melalui game atau permainan online yang kian berkembang.
Salah satu upaya yang disorot adalah meningkatnya peran perempuan sebagai pengembang dan pemimpin di sektor ini.
Hal itu disampaikan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid yang mengklaim regulasi kini semakin diperketat.
Meutya menyoroti, meningkatnya partisipasi perempuan di industri game diharapkan membuat ekosistem digital di Indonesia dapat lebih ramah dan aman untuk generasi muda di era teknologi yang terus berkembang.
"Kita angkanya saat ini untuk leader di game industry dari perempuan itu adalah 21 persen,” kata Meutya kepada awak media saat kunjungan ke Agata Game Course di Summarecon Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu, 5 Juli 2025.
“Artinya apa? Artinya kita punya potensi untuk semakin memberi afirmasi juga kepada perempuan-perempuan yang bergerak di bidang game," sambungnya.
Meutya menilai, perempuan memiliki kemampuan multi peran yang dinilai mampu membawa nuansa berbeda dalam pengembangan konten digital, khususnya game.
Kehadiran mereka, lanjut Meutya, dinilai bisa membantu mendorong terciptanya ekosistem digital yang lebih sensitif dan aman bagi anak-anak. "Kenapa saya senang sekali banyak perempuan? Karena dengan itu kami berharap bahwa game-game kita juga bisa lebih sensitif terhadap konten-konten yang kurang mendidik," terangnya.
Lebih lanjut, Menkomdigi menyebut pemerintah telah menyiapkan perangkat regulasi untuk melindungi anak dari konten digital yang dinilai berbahaya.
Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau yang dikenal sebagai PP Tunas.
"Jadi sebetulnya aturannya terkena untuk semua penyelenggara sistem elektronik, PP Tunas, termasuk game. Jadi jangan sampai game-game ini justru tidak baik, mencederai bagi anak-anak kita," jelas Meutya.
Di sisi lain, Menkomdigi menekankan, pengembang game perlu mempertimbangkan dampak psikologis dari konten yang mereka buat. Game, menurutnya, bukan hanya soal hiburan, tetapi juga harus memperhatikan nilai-nilai edukatif dan perlindungan terhadap anak.
"Makanya tadi saya titip juga kepada para developer game, agar kontennya itu juga dijaga yang melindungi anak, termasuk dari tentu perundungan terhadap anak," tukas Meutya.***
Artikel Terkait
Klaim BUMN Tak Dirugikan dari Kebijakan Impor Gula, Tom Lembong: Yang Rugi Hanya Satu Importir Swasta
Update Skandal Impor Gula: Tom Lembong Singgung Utang Warisan Rachmat Gobel, Klaim Sempat Operasi Pasar
Update Tragedi KMP Tunu: Pihak Pemilik Kapal Akhirnya Minta Maaf dan Janji Evaluasi
Nurmala Kartini Jadi Calon Dubes Jepang, Ibu Bos Danantara Itu Pernah Berkiprah di 3 Negara Amerika Selatan
AS vs Rusia Ihwal Perang Ukraina: Trump Kesal Tak Ada Kemajuan, Putin Klaim Tiada Kata Menyerah