nasional

Berkaca dari Kasus Dokter Obgyn yang Lecehkan Ibu Hamil, Mengapa Dokter Kandungan Malah Didominasi Laki-laki?

Rabu, 23 April 2025 | 08:20 WIB
Ultrasonografi atau USG Kepada Ibu Hamil (Freepik)


Edisi.co.id - Dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) adalah tenaga medis yang menangani berbagai aspek kesehatan reproduksi wanita, mulai dari menstruasi, kehamilan, persalinan, hingga menopause.

Mengingat ruang lingkup kerjanya yang begitu erat dengan tubuh perempuan, tak sedikit orang yang beranggapan bahwa profesi ini lebih cocok dijalani oleh dokter perempuan. Namun realitasnya justru sebaliknya.

Berdasarkan data dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dari total sekitar 5.270 dokter obgyn yang menjadi anggota, sebanyak 3.460 di antaranya adalah laki-laki.

Baca Juga: Beri Jawaban Soal Ijazah Palsu Jokowi, UGM Buka Proses Akademis yang Jadi Pertanyaan Publik

Sedangkan dokter perempuan hanya berjumlah 1.810 orang. Dan bahkan hal ini tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia.

Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan: mengapa profesi yang sangat dekat dengan perempuan justru lebih banyak diisi oleh laki-laki?

Salah satu jawabannya datang dari pengalaman dan pengamatan dokter ginekologi asal Inggris, Anita Mitra, yang dikutip dari Huffington Post.

Ia menyoroti bahwa banyak alat medis di bidang ini masih didesain untuk anatomi tangan laki-laki.

"Banyak instrumen bedah dalam praktik kandungan dan ginekologi memiliki ukuran gagang yang besar, yang lebih cocok digunakan oleh tangan laki-laki," ujar Anita Mitra.

Sayangnya, hanya sedikit produsen alat kesehatan yang memproduksi versi yang lebih kecil dan ergonomis untuk dokter perempuan.

Masalah lainnya berkaitan dengan pilihan spesialisasi pasca pendidikan kedokteran umum.

Menurut data dari Royal College of Obstetrics and Gynaecology di Inggris, laki-laki cenderung lebih tertarik pada spesialisasi ginekologi.

Sementara itu, perempuan lebih banyak mengambil spesialisasi kebidanan yang lebih berfokus pada proses kehamilan, persalinan, serta pendampingan masa nifas.

Menariknya, persepsi tentang kenyamanan berinteraksi dengan pasien juga turut memengaruhi dinamika ini.

Mengutip dari The Cut, disebutkan bahwa banyak dokter laki-laki merasa nyaman dalam merawat pasien perempuan.

Halaman:

Tags

Terkini