Kota Depok Fokus Capai Zero New Stunting, Bappeda Tekankan Pentingnya Kejujuran Data dan Pendekatan Demografi

photo author
- Jumat, 8 Agustus 2025 | 18:47 WIB
Kepala Bappeda, Dadang Wihana dalam Rembuk Stunting 2025 (Rohmat Rospari)
Kepala Bappeda, Dadang Wihana dalam Rembuk Stunting 2025 (Rohmat Rospari)

Edisi.co.id— Pemerintah Kota Depok melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menegaskan komitmennya dalam upaya penanganan stunting secara menyeluruh dan terintegrasi.

Dalam sambutannya pada kegiatan Rembuk Stunting Kota Depok Tahun 2025, Kepala Bappeda Kota Depok, Dadang Wihana, menyoroti berbagai tantangan serta strategi yang perlu diambil untuk mencapai target zero new stunting di wilayahnya.

“Saat ini, tantangan stunting di Depok bukan semata karena kemiskinan. Bahkan, data menunjukkan bahwa 85% kasus stunting tidak berasal dari keluarga miskin. Ini mengindikasikan perlunya pendekatan perubahan perilaku sebagai bagian dari intervensi utama,” ujar Dadang.

Baca Juga: Cing Ikah: TP PKK Kota Depok Komitmen Tekan Angka Stunting Lewat Berbagai Program, Diantaranya Cek Kesehatan Calon Pengantin

Tantangan Migrasi dan Perubahan Demografi
Depok, sebagai kota urban dengan mobilitas penduduk yang tinggi, menghadapi fenomena migrasi yang berdampak pada 'impor' kasus stunting, di mana anak-anak penderita stunting berasal dari luar daerah.

Selain itu, perubahan struktur demografi, khususnya meningkatnya jumlah lansia, menjadi tantangan tersendiri dalam perencanaan pembangunan.

“Pendekatan pembangunan harus disesuaikan dengan tipologi demografi, mulai dari generasi milenial hingga generasi Z. Misalnya, keterlibatan remaja dalam kampanye tablet tambah darah bagi remaja putri bisa menjadi bagian dari solusi preventif,” jelasnya.

Kejujuran dan Akurasi Data Jadi Kunci
Dalam sambutannya, Dadang Wihana juga menekankan pentingnya kejujuran dalam pelaporan data stunting, meskipun angka yang tercatat tinggi.

“Kejujuran data menjadi dasar utama agar intervensi yang dilakukan benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai kita bekerja berdasarkan data yang tidak mencerminkan realitas,” katanya.

Ia juga mengkritisi perbedaan antara data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) dan EPPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).

Berdasarkan data SSGI, prevalensi stunting di Depok berada di angka 12,5%, sementara data EPPGBM menunjukkan angka yang lebih rendah. Namun, ia mencurigai bahwa data EPPGBM belum mencakup seluruh bayi yang seharusnya terdeteksi.

Lebih lanjut, ia menyoroti perlunya penggunaan data by name by address, yang mencantumkan identitas dan alamat jelas dari setiap kasus, untuk memastikan intervensi dapat dilakukan secara terarah dan terukur.

Dibandingkan Daerah Lain
Menariknya, Dadang juga membandingkan angka stunting Depok dengan daerah lain seperti Cianjur dan Indramayu, yang memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) lebih rendah, tetapi angka stunting mereka justru lebih kecil.

Hal ini memunculkan pertanyaan kritis mengenai akurasi data dan efektivitas intervensi yang dilakukan di masing-masing daerah.

Penutup
Melalui sambutannya, Kepala Bappeda Kota Depok menegaskan bahwa penanganan stunting adalah pekerjaan lintas sektor yang tidak bisa hanya mengandalkan program-program sektoral semata.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rohmat Rospari

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X