Kala itu, Piyu menilai lembaga tersebut terlalu pasif dan justru menyerahkan tanggung jawab itu kepada asosiasi musisi.
“Harusnya diberi kesempatan, kalau ada pelanggaran, LMKN yang maju. Kenapa kami yang somasi? Ini kan tidak kompeten,” tuturnya.
Selain itu, Piyu menyoroti penolakan LMKN terhadap mekanisme direct license atau pembayaran royalti langsung kepada pencipta lagu.
Padahal, sistem tersebut dinilai bisa meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pendistribusian royalti.
Kisruh Royalti Musik yang Tak Kunjung Reda
Perseteruan antara musisi dan LMKN kini memasuki babak baru. Selain gugatan hukum, tekanan publik dari komunitas musik terus meningkat.
Para pencipta lagu berharap agar sistem pengelolaan royalti bisa dikembalikan pada koridor yang lebih adil dan transparan.
Di tengah upaya hukum dan tekanan publik, polemik royalti ini memperlihatkan satu hal penting. Hal itu tentang kepercayaan para musisi terhadap LMKN kini mulai pudar.
Terlebih, jika lembaga tersebut tidak segera melakukan reformasi internal dan membuka ruang dialog dengan para pencipta lagu, maka kisruh ini berpotensi menjadi krisis kepercayaan yang berkepanjangan di dunia musik Indonesia.***
Artikel Terkait
Di Balik Bayang-bayang Praktik Penipuan Berkedok Umrah Mandiri, Ada Jeratan Bui bagi Pelaku Korupsi Duit Setoran Jemaah
Selain Pengukuhan Timor Leste Jadi Anggota Penuh di KTT ASEAN, Ada Momen Canggung MC Salah Sebut Nama Prabowo
Glenny Kairupan Ceritakan Impian Jadi Penerbang Garuda Indonesia, Terinspirasi dari Sosok AM Hendropriyono
Glenny Kairupan Resmi Nahkodai Garuda Indonesia, Dirut Baru Itu Dikenal Jadi Sosok Pemberani yang Teruji di TNI
Melihat Fenomena Judi Online di Indonesia, Kejagung: Mayoritas Pelaku Usia Produktif