Menurut Prof. Achmad Tjachja, pertahanan negara tidak bisa hanya bergantung pada kekuatan militer dan alat utama sistem persenjataan.
Pertahanan modern menuntut keterlibatan seluruh elemen bangsa, termasuk masyarakat sipil, dalam memahami dan menjaga ruang laut Indonesia.
“Pertahanan maritim tidak berdiri sendiri. Kesadaran masyarakat bahwa laut merupakan bagian dari identitas dan kedaulatan bangsa justru menjadi benteng pertahanan paling awal,” ujarnya.
Ia menjelaskan, laut Indonesia dilalui oleh jalur perdagangan internasional yang sangat sibuk. Selain kapal dagang, jalur ini juga berpotensi dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas lintas negara yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Ancaman tersebut mencakup pelanggaran batas wilayah, penangkapan ikan ilegal, penyelundupan, hingga kejahatan transnasional.
Dalam situasi seperti ini, Prof. Achmad Tjachja menilai bahwa sistem pertahanan negara tidak boleh bersifat reaktif.
Negara tidak seharusnya hanya bergerak setelah pelanggaran terjadi, tetapi harus mampu mencegah sejak dini melalui penguatan kesadaran kolektif masyarakat terhadap pentingnya laut.
Ia menekankan bahwa tanpa kesadaran maritim yang memadai, pertahanan negara akan selalu tertinggal satu langkah.
Masyarakat yang memahami nilai strategis laut justru dapat menjadi bagian dari sistem peringatan dini dalam menjaga wilayah perairan nasional.
Prof. Achmad Tjachja juga menyoroti rendahnya literasi bahari, terutama di kalangan generasi muda. Padahal, secara historis Indonesia dikenal sebagai bangsa pelaut yang menjadikan laut sebagai penghubung peradaban, perdagangan, dan kekuatan politik.
“Ironisnya, identitas maritim kita lebih banyak hadir dalam lagu, simbol, dan narasi sejarah, tetapi belum sepenuhnya terintegrasi dalam sistem pendidikan dan orientasi hidup masyarakat,” katanya.
Ia menilai sistem pendidikan nasional masih cenderung darat-sentris. Pengetahuan tentang laut, ekosistem pesisir, navigasi, teknologi kelautan, hingga geopolitik maritim belum menjadi bagian utama dalam pembentukan karakter generasi muda. Akibatnya, laut sering dianggap jauh dari kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Prof. Achmad Tjachja, pertahanan negara modern juga sangat berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir. Kesejahteraan nelayan dan komunitas pesisir memiliki hubungan langsung dengan stabilitas keamanan laut.
“Ketika masyarakat pesisir sejahtera dan merasa memiliki lautnya, mereka secara alami akan menjadi bagian dari sistem pengawasan wilayah,” ujarnya.
Sebaliknya, jika masyarakat pesisir terpinggirkan dan tidak memperoleh manfaat ekonomi yang adil, potensi kerawanan justru akan meningkat. Kondisi tersebut dapat membuka ruang bagi berbagai aktivitas ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Artikel Terkait
Wamendikdasmen Atip: UPT Kunci Implementasi MBG sebagai Penguatan Karakter Pendidikan
KAI Daop 6 Yogyakarta Siap Layani 1,04 Juta Penumpang Selama Nataru 2025/2026: Siagakan 342 Petugas
UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan
30 Ton Bantuan dan 2 Pesawat Charter Armada Kemanusiaan Berangkat dari Jakarta untuk Warga Sumatera
Mobil Dukungan Psikososial Kemkomdigi Sapa Anak-Anak Pidie Jaya