Edisi.co.id, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Mudzakarah Hukum Nasional dan Hukum Islam, membahas 14 isu krusial RUU KUHP pada hari Rabu (12/10/2022) di Aula Buya Hamka Kantor MUI, Jakarta.
Acara ini digelar sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi umat. MUI sendiri sebagai khadimul ummah (pelayan umat) menyampaikan beberapa masukan dan usulan yang diwakili oleh Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Neng Djubaedah.
“Mungkin untuk kesekian kalinya, MUI menyampaikan pendapatnya tentang hal ini (RKUHP),” buka akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu dalam pemaparannya.
Baca Juga: Ramaikan Indonesia 238 Atlet Siap Ikuti Indonesia International Changlle 2022
“Pada intinya ada beberapa poin. 14 (poin) krusial yang disampaikan di media, itu yang kami juga setuju, tapi juga ada beberapa pasal yang kami tidak setujui bahkan kami minta supaya diubah dan dihapus, ” paparnya.
Poin pertama, kata dia, mengenai pasal 2 KUHP tentang hukum adat. MUI, ungkap Neng Djubaedah, berusaha menyinergikan hukum adat dengan hukum Islam.
“Kita berusaha agar hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat diterapkan bagi orang Islam. Apabila hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam, kewajiban adat itu diganti dengan pidana pengganti yaitu kategori 2 (berupa denda), itu mungkin masukan dari kami, ” ujarnya.
Baca Juga: Pusarla Sindhu Ratu Bulu Tangkis Dunia Mundur Dari 2 Turnamen Eropa
Kedua, mengenai pasal santet, MUI menegaskan agar pasal tersebut dihapus. Pasal itu dikhawatirkan menimbulkan fitnah kepada ulama yang oleh masyarakat setempat dipercaya dapat mengobati.
“MUI khawatir ulama tersebut justru dituduh sebagai tukang sihir, padahal dalam Surat Yunus ayat 57 dan Al-Isra’ ayat 82 ditegaskan bahwa Al-Quran dapat menjadi penyembuh, ” ujar wanita yang kerap disapa Bunda Neng itu.
Ketiga, lanjut Bunda Neng, MUI setuju mengenai usul pemerintah terkait unggas yang merusak kebun atau lahan yang ditaburi benih. Hal ini terkait dengan hak seorang untuk mencari penghasilan melalui jalan beternak maupun bertani.
Baca Juga: DPRD DIY Menyampaikan Pemandangan Umum Tentang Nota Keuangan RAPBD
“Keempat, mengenai penodaan agama, MUI mengusulkan pasal ini tetap karena banyak muslim yang masih merasa tidak enak hati bila agamanya dinodai, ” ujarnya.
Tags
Artikel Terkait
-
Ketua MUI Bidang Seni Budaya, Jeje Zaenudin Sebut Multaqa Sebagai Lahirnya Seni Budaya Islam yang Berkualitas
-
Kasus Santri Gontor, MUI: Kami Dukung Pemecatan Pelaku
-
Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya, KH Jeje Zaenudin, Terpilih Jadi Ketua Umum PERSIS 2022-2027
-
Ketua MUI Bidang SBPI Kiai Jeje: Pemikiran Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Melahirkan Kesempurnaan Islam yang Kokoh