Setidaknya terdapat 11 poin rincian isi komunike terssebut:
Diantaranya : Mengembangkan dan mengimplementasikan inisiatif nyata yang akan membangun jembatan antar bangsa dan peradaban; mencegah senjata politik identitas; dan membatasi penyebaran kebencian komunal.
Komunike kemudian ditutup dengan pernyataan, “Kami, para pemimpin agama dari negara anggota G20 dan di tempat lain di seluruh dunia, sangat prihatin dengan tantangan global seperti: seperti kerusakan lingkungan, bencana alam dan bencana buatan manusia, kemiskinan, pengangguran, orang terlantar, ekstremisme, dan terorisme,".
APA YANG TIDAK TERLIHAT?
Isu-isu yang diangkat dalam R20 menitikberatkan pada menempatkan agama sebagai solusi bukan masalah dengan mengangkat masalah internal dalam agama, hubungan antaragama, dan mencari solusi bersama atas masalah kemanusiaan. Yang paling menonjol adalah, bagaimana penyelenggara (PB NU) berusaha menunjukan pada dunia, betapa tinggi tingkat toleransi umat beragama (khususnya umat islam) di Indonesia. Dan itu sangat baik sebagai upaya awal menuju soft power diplomacy, yang bisa diperankan Indonesia dan kelompok beragama untuk menyelesaikan berbagai konflik dan permasalahan di dunia.
Diplomasi soft power adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok-kelompok atau negara dengan mengandalkan kekuatan kerjasama bukan kekerasan atau kekuatan militer. Soft power juga didefinisikan sebagai pengaruh tidak langsung atau tidak berwujud; seperti halnya budaya, nilai, dan ideologi. Diplomasi publik, sebagai bagian dari soft power, merupakan alat vital untuk mempromosikan soft power suatu negara. Dengan demikian, isu agama dapat diakui sebagai salah satu bentuk soft power; menciptakan istilah baru bernama : diplomasi agam!
Fenomena agama di satu sisi seringkali menimbulkan konflik, namun di sisi lain memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi kekuatan yang membangun dan menjaga perdamaian.
Baca Juga: Hadiri Peresmian Islamic Center PERSIS, KH. Soewardi: Miliki Islamic Center di Jakarta Adalah Mimpi
Sementara itu, peran Nahdatul Ulama dalam konteks kehidupan beragama dan konstelasi global sangat unik. Sebelumnya, bersama Kementrian Agama, NU telah menggelar AICIS - Annual International Conference on Islamic Studies, 8-20 Oktober 2022 yang diselenggarakan di dua tempat, yakni Lombok dan Bali sebagai kegiatan menyambut G20. Dan berpartisipasi dalam Asia-European Meeting (ASEM) Interfaith Dialogue, yang menjadi kegiatan Kementrian Luar Negeri dalam upaya menciptakan dialog agama dan budaya Asia-Eropa.
Semua itu tentu sangat baik, karena ditujukan untuk perdamaian, kesejahteraan dan kemajuan bersama. Tetapi mungkin akan lebih paripurna bila melibatkan juga berbagai kelompok agama, khususnya umat islam yang ada di Indonesia. Paling tidak pada tahap persiapan dan inventarisasi materi dan issue . Sebab bagaimanapun dalam berbagai forum dan event itu, yang di wakili adalah seluruh umat beragama Indonesia, dan khususnya umat Islam Indonesia.
Mungkin ini tidak terlihat oleh penyelenggara dan pemerintah Indonesia, bahwa keharmonisan dan kerukunan umat beragama di Indonesia penting untuk di peromosikan ke mata dunia, dan bagaimana tolerannya umat Islam yang mayoritas terhadap kelompok agama lain yang minoritas di Indonesia. Tapi toleransi dan keharmonisan itu sendiri tentunya tidak an sich datang begitu saja. Ada peran dari kelompok agama lain, dan terutama ada komunitas komunitas umat islam di indoesia yang secara bersama membangun keharmonisan dan keselarasan itu.
Baca Juga: Pemukul Mahasiswa dengan Tongkat Baseball Kabur Setelah Viral
Harmonisai tidak bisa berjalan hanya bersandar pada kesadaran satu atau beberapa kelompok. Harmonisasi hanya tercipta bila terdapat kesadaran dari semua kelompok yang ada. Bila selama ini terdapat keselarasan dan harmonisasi, maka itu adalah bukti adanya peran dan konstribusi dari semua kelompok keagamaan yang ada, bukan satu kelompok saja. Dan untuk itu dibutuhkan kesepahaman.
Kesepahaman ini pula yang tidak terlihat dari foum R20 ini. kesepahaman penting, paling tidak untuk mengatakan bahwa tidak ada aspek kemanusiaan yang berbeda antara satu agama dengan agama yang lain atau bahkan antar kelompok agama yang sama.