Kesadaran ini kemudian menyalakan api perjuangan yang berkobar-kobar untuk menjadi bangsa yang merdeka sekaligus menjadi muslim yang berjaya. Namun pada saat itu kepemimpinan formal di bawah raja-raja dan sultan-sultan telah dilumpuhkan Belanda, maka kebangkitan perjuangan umat melalui kepemimpinan ulama adalah alternatif yang sangat tepat. Proses kelahiran para pemimpin umat dari tubuh rakyat itu sendiri hanya mungkin terjadi melalui lembaga non pemerintah dan bukan atas dasar keturunan darah ningrat ataupun bangsawan. Maka melahirkan kepemimpinan umat melalui musyawarah hanya bisa dengan mendirikan lembaga kemasyarakatan.
Baca Juga: Hadiri Ijtima’ Ulama, Sekum PERSIS Sebut Keterlibatan PERSIS Pada Ijtima' Ulama Cukup Signifikan
Karena itu arti penting kehadiran ormas-ormas Islam pada akhir awal abad keduapuluh sangatlah nyata: (1) menggerakan dakwah Islam secara masif melalui jalur pendidikan, tabligh, dan pemberdayaan ekonomi pribumi dengan melibatkan semua kalangan muslim; (2) memupuk kesadaran yang luas pada masyarakat muslim Nusantara bahwa di atas perbedaan mereka yang terdiri dari bermacam pulau, kesultanan, suku, bahasa, budaya, bahkan perbedaan orientasi mazhab agama, mereka tetap adalah umat yang satu yaitu umat Islam; (3) Membangun tradisi musyawarah dalam memilih pemimpin dan merumuskan program perjuangan sehingga tidak lagi menggunakan sistem feodalistik dan kasta-kasta sosial tradisional yang berdasarkan kekuasaan turun-temurun.
Gambaran singkat di atas sungguh menegaskan jasa yang luar biasa dari ormas-ormas Islam yang berdiri pada masa penjajahan. Ormas-ormas Islam itu telah menyiapkan kader-kader pemimpin umat ke depan sekaligus meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai persiapan pembentukan bangunan negara Indonesia merdeka di kemudian hari yang berbeda dari sistem bernegara sebelumnya. Yaitu sebagai negara republik yang berdasarkan sistem musyawarah mufakat, bukan negara otoriter berdasar sistem monarchi, sosialis-komunis, dan bukan pula negara teokrasi.
Dalam posisinya sebagai institusi sosial keagamaan masyarakat, ormas juga memerankan diri sebagai mitra pemerintah dalam perjuangan mempertahankan, mengawal, serta mengisi kemerdekaan. Agar kemerdekaan yang telah diraih itu benar-benar dipimpin, diisi, dan dibangun sejalan dengan spirit perjuangan rakyat yang telah rela mengorbankan jiwa raga dan harta benda mereka karena semangat jihad fi sabilillah.
Baca Juga: 12 Poin Bahasan Disepakati Pada Ijtima’ Ulama ke-VII Komisi Fatwa MUI
Dengan demikian keberadaan ormas-ormas menjadi kekuatan rakyat dalam partisipasi mempercepat program pembangunan bangsa sekaligus menjadi mediator penyalur aspirasi, pengontrol, dan pengoreksi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat melalui jalur dakwah amar makruf nahyi munkar.
Peran-peran penting itu terus ditunaikan oleh Ormas-Ormas Islam secara konsisten di bawah bayang-bayang kekuasaan dan orde politik yang silih berganti; dari pra kemerdekaan, awal kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga orde reformasi sekarang ini. Gerakan dakwah ormas-ormas Islam itu terus melahirkan kader-kader pemimpin umat di bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan terutama kader-kader duat dan ulama yang berdampak positif bagi pemberdayaan dan penguatan posisi umat Islam secara nasional maupun internasional.
Mengingat begitu besar peran dan jasa ormas terhadap kemajuan umat Islam khususnya dan terhadap kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia pada umumnya, maka sudah sepatutnya Negara memberikan penghargaan dan posisi yang layak secara konstitusional. Yang justru aneh adalah orang-orang yang setengah alim jadi juru dakwah tapi tidak paham sejarah dakwah kaumnya sendiri, sehingga dengan kejahilannya menganggap ormas sebagai batu sandungan bagi kemurnian ajaran agama, persatuan, dan kejayaan Islam.
Bekasi, 15 November 2021
Artikel Terkait
Bahaya! Permendikbudristek Dikti Nomor 30 Tahun 2021: Pintu Masuk Seks Bebas Dan LGBT
AILA Indonesia Keluarkan 8 Catatan Penting untuk Permendikbudristek No 30, Berikut Rinciannya
Dari AICIS 2021: Menimbang Ajakan “Rekontekstualisasi” Fikih Islam ala Menag Yaqut
Haedar Nashir Berikan 3 Pesan Hal Mendasar Tentang Islam Bagi Warga Muhammadiyah