Edisi.co.id -Ada persinggungan atau peririsan antara Konsep Tiong Hua dari Peradaban China dan Wasathiyah dalam Islam. Demikian kesimpulan yang menyeruak dari sebuah acara yang bertajuk Media Dialog dalam rangka Perayaan Idul Fitri 1443 H yang diselenggarakan oleh Chengho Multicultural and Education Trust di Kuala Lumpur, 1 Juni 2022. Dialog berlangsung di Mines Beach Hotel, Kuala Lumpur.
Dialog yang diikuti sekitar 60 orang itu menghadirkan sebagai pembicara Tan Sri Lee Kim Yew, Pendiri Chengho Multicultural and Education Trust, Malaysia, Prof. M. Din Syamsuddin, Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Jakarta, Tuan Sheikh Hussain Lee, Ketua Pertubuhan Alkhadeem, Kuala Lumpur, Dato' Shamsul Najmi bin Shamsuddin, Pengarah Tiong Hua Foundation, dan moderator Dato' Mohd Zaini bin Hassan, Pendiri BebasNews.my, Malaysia.
Menurut Tan Sri Lee Kim Yew, Tiong Hua (di Indonesia disebut Tionghoa) adalah sebuah falsafah, bukan nama kaum atau golongan.
"Falsafah ini terdiri dari dua kata yakni Tiong yang berarti jalan tengah, dan Hua yang mengandung arti kerja sama dan kemakmuran. Secara ringkas, Tiong Hua berarti jalan tengah untuk kemakmuran bersama," jelas Lee, Rabu (1/6/2022).
Sebagai falsafah, tambah Lee Kim Yew, seorang pengusaha dan pemerhati masalah keagamaan dan peradaban, Tiong Hua berasal dari Ajaran Konghucu. Kata China atau Cina datang belakangan dan lebih merupakan penamaan terhadap sebuah negara atau bangsa.
"Falsafah Tiong Hua bisa dilekatkan kepada China tapi juga dinisbatkan kepada orang lain asalkan menghayati dan mengamalkan falsafah tersebut. Falsafah Tiong Hua menurunkan sepuluh nilai kebaikan atau keutamaan, di antaranya kejujuran, loyalitas, dan rasa malu (terhadap keburukan), dan perhatian kepada keluarga," ujar Lee
Baca Juga: Tinjau Persiapan E-Prix, Alberto Longo: Jakarta E-Prix Pagelaran Terbesar dan Tersukses
Sementara itu tokoh Muhammadiyah Prof. M. Din Syamsuddin, yang diundang secara khusus ke forum di Kuala Lumpur tersebut, diminta menjelaskan Wawasan Wasathiyah Islam.
Din Syamsuddin selain sebagai Ketua CDCC juga memprakarsai dan mengetuai gerakan baru yaitu World Fulcrum of Wasathiyat Islam (Poros Dunia Wasathiyat Islam). Dalam presentasinya Din Syamsuddin menjelaskan bahwa wasathiyah adalah watak ajaran Islam dan umat Islam dijadikan Allah SWT sebagai Ummatan Wasathan (Umat Jalan Tengah).
"Wasathiyah menolak segala bentuk ekstrimisme yang menampilkan perilaku melampaui batas. Pada saat yang sama juga menentang segala bentuk egosentrisme baik keagamaan, kebangsaan, dan pengelompokan sosial-budaya serta politik," kata Din
Baca Juga: Dugaan Pemotongan BOP Pesantren, Stafsus: Tindak Tegas, Kemenag Zero Tolerance
Din Syamsuddin menambahkan, ada tujuh kriteria Wasathiyat Islam, yaitu i'tidal (berlaku adil dan menegakkan keadilan), tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleransi), syura (bermusyawarah), ishlah (melakukan perbaikan dan perdamaian), qudwah (melakukan prakarsa perbaikan), dan muwathanah (kewargaan yakni menerima dan membangun negara).
Terhadap Falsafah Tiong Hua yang dijelaskan sebagai jalan tengah untuk kemakmuran, Din Syamsuddin menyambut positif dan mengatakan bahwa falsafah itu beririsan dan sejalan dengan Wasathiyat Islam (Wawasan Jalan Tengah Islam).
Artikel Terkait
Din Syamsudin Banjir Dukungan dari Alumni ITB
Din Syamsudin: Kehadiran KAMI untuk Menegakkan Kebenaran dan Menciptakan Keadilan Sosial
Din Syamsudin Desak Polri Usut Tuntas Peristiwa Pengeboman
SMP PCI Bukan Pesantren, Tetapi Kultur Santri dan Miniatur Islam Melekat Didalamnya.