Prof. Dadan Wildan: PERSIS Harus Jadi Pencerah

photo author
- Kamis, 8 September 2022 | 10:57 WIB
Prof. Dadan Wildan Anas Sekretaris Majelis Penasehat PP Persatuan Islam (PERSIS) - Foto: Henry Lukmanul Hakim
Prof. Dadan Wildan Anas Sekretaris Majelis Penasehat PP Persatuan Islam (PERSIS) - Foto: Henry Lukmanul Hakim

Oleh: Prof. Dadan Wildan Anas Sekretaris Majelis Penasehat PP Persatuan Islam (PERSIS)

Tahun depan, di tahun 2023, seratus tahun sudah organisasi Persatuan Islam (PERSIS) berdiri di negeri ini. Persis yang didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923, akan menggelar Muktamar ke-XVI di Soreang, Kabupaten Bandung, pada 23-26 September 2022, tepat di 99 tahun usianya. Perjalanan panjang 99 tahun Persis, tentu bukanlah perkara mudah. Penuh perjuangan dan pengorbanan. Alhamdulillah, atas berkat rahmat Allah SWT, sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan, Persis tetap tegak berdiri. Melintasi beragam zaman, dari zaman kolonial Belanda hingga era reformasi saat ini.

Studi terakhir yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel---profesor Ilmu Politik dari Ohio State University---yang menaruh perhatian pada organisasi Persis sejak tahun 1970-an, memberikan kategorisasi Persis sebagai organisasi dari kelompok muslim modernis yang mencurahkan perhatiannya pada promosi Islam puritan. Persatuan Islam (PERSIS) di era kegemilangannya di tahun 1920-an sampai 1950-an, merupakan perhimpunan yang ideologis dan sangat kontroversial. Sumbangan penting Persis dalam pentas sejarah Islam di Indonesia terletak pada upayanya dalam mendefinisikan penegakan Islam, menentang praktik keagamaan pribumi dan tradisi, serta memisahkan dengan tegas antara sunnah dan bidah; antara halal dan haram.

Baca Juga: Prihatin Kejadian Pesantren Gontor, Waketum PERSIS: Imbau Orang Tua Jangan Takut Masukan Anaknya ke Pesantren

Awal abad ke-20, di awal berdirinya, Persatuan Islam (PERSIS) tampil sebagai organisasi pemikiran Islam yang berpengaruh di negeri ini. Sebaliknya, di awal abad ke-21, di era digital dan kesejagatan, di era pemikiran umat yang semakin bebas dan liberal, tentu Persis harus kembali menunjukkan jati dirinya sebagai organisasi pemikiran Islam. Persis nampaknya terlalu asyik mengurusi organisasi dibandingkan kontribusi pemikiran Islam, keumatan, dan kebangsaan. Bagaimanakah wajah dan wijhah Persatuan Islam (PERSIS) seratus tahun kemudian?

Seratus tahun ke depan, perubahan zaman, kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pemikiran keagamaan, akan terus berubah. Karenanya, jamaah dan pimpinan jam’iyyah Persis dimana saja berada, harus berani mengubah pola, strategi, media, dan metode dakwah yang lebih terbuka. Para ulama Persatuan Islam (PERSIS) tidak boleh lagi bersikap eksklusif apalagi berdiri di atas menara gading. Tetapi, harus terus meningkatkan kualitas dakwah dengan memberikan perhatian yang lebih besar kepada visi ke-Islam-an, kebangsaan, dan kesejahteraan umat. Untuk itu, Persis yang saat ini agak absen dalam dinamika pemikiran keislaman dan keumatan, harus mulai mengambil peran dalam menjembatani dan membangun kebersamaan sekaligus menebarkan keteduhan, kedamaian, dan keteladanan dengan Islam sebagai fondasinya. Persatuan Islam (PERSIS) harus dapat menegaskan kembali posisi dan eksistensinya sebagai salah satu ikon penting pergerakan pemikiran Islam di Indonesia. Persis dapat menempati garda depan dalam merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Baca Juga: Kasus Santri Gontor, MUI: Kami Dukung Pemecatan Pelaku

Kembalikan Persatuan Islam (PERSIS) Sebagai Pencerah.

Di era kesejagatan saat ini, tentu saja aktivitas dan gerakan dakwah Persis tidak hanya bergelut pada pemurnian ibadah dan aqidah umat semata, tetapi harus melompat jauh untuk berkontribusi pada persoalan keumatan dan kebangsaan yang lebih luas dan semakin kompleks. Persatuan Islam (PERSIS) harus tetap hadir sebagai pencerah sebagaimana kelahirannya di awal abad ke-20. Di seratus tahun ke depan, Persatuan Islam (PERSIS) dapat mengembalikan energi positifnya untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkarakter, berakhlak mulia, berbudi luhur, dan berdaya saing. Persis juga diharapkan dapat membangun tatanan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah dauliyah.

Dalam menjalankan risalah dakwah, nampaknya para da’i dan pimpinan Persatuan Islam (PERSIS) harus berkaca kepada para tokoh Persatuan Islam (PERSIS) di awal abad ke-20. Mereka mampu menjadikan organisasi ini menjadi besar dan mempunyai daya tarik tersendiri. Melalui daya tanggap dan apresiatifnya terhadap pemikiran keislaman universal dan kepedulian terhadap pemberdayaan kaum muslimin, para tokoh Persis mampu merespon berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan, baik dari perspektif Islam maupun sosial kemasyarakatan.

Momentum Muktamar ke-XVI Persatuan Islam (PERSIS) tahun ini, harus dijadikan permenungan dan apresiasi aktual bagi peran Persis ke depan baik dalam bidang pendidikan dan dakwah, maupun partisipasi aktifnya dalam kegiatan politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. Menatap ke depan dan menoleh ke belakang, selain merupakan kalam hikmah para ulama, juga merupakan cerminan sikap dari organisasi pembaharu yang selalu apresiatif terhadap tradisi dan khasanah pemikiran sebelumnya, sekaligus melakukan reflektif dan antisipatif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan dakwah yang cepat berubah. Sudah seratus tahun, Persis mewacanakan Islam. Giliran seratus tahun kemudian, Persis harus menghadirkan Islam.

Baca Juga: Muktamar XVI: Mencari Figur Ketua Umum PERSIS

Kedepan, diperlukan kepemimpinan pusat yang kuat dalam pemikiran dan pergaulan nasional bahkan internasional agar Persatuan Islam (PERSIS) dikenal lebih luas di pentas nasional dan global. Persatuan Islam (PERSIS) nampaknya terlalu lama absen dalam pergulatan wacana pemikiran Islam. Keterlibatan Persatuan Islam (PERSIS) dalam kajian dan dialog keislaman di tingkat nasional dan dunia, sebagaimana dulu diteladankan oleh Mohammad Natsir dan KH. Latief Mukhtar, akan kembali menempatkan Persis sebagai harakah tajdid. Semoga muktamar kali ini, dapat melahirkan kepemimpinan dan kepengurusan Persatuan Islam (PERSIS) yang lebih berorientasi keumatan di era kesejagatan sekaligus mampu melakukan reinventing dan transforming Persatuan Islam (PERSIS) untuk kembali menjadi rujukan pemikiran keislaman dan penghela dialog keislaman yang lebih mengglobal.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henry Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X