Pejabat Tega Oplos Pertamax Buat Masyarakat Kecewa, Dosen ITB Ungkap Bahayanya

photo author
- Senin, 3 Maret 2025 | 07:10 WIB
Kasus Dirut Pertamina Oplos Pertamax. (instagram.com/pertamina)
Kasus Dirut Pertamina Oplos Pertamax. (instagram.com/pertamina)


Edisi.co.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018 hingga 2023.

Riva diduga membeli pertalite (RON 90) dan mencampurnya hingga menjadi pertamax (RON 92).

"Ini tadi modus termasuk yang saya katakan RON 90 ya, tetapi dibayar RON 92. Kemudian, diblending, dioplos, dicampur," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025.

Baca Juga: Fitra Eri, Influencer Otomotif yang Enggan 'Naik Panggung' soal Skandal Dugaan Pertamax: dari Fakta yang Belum Jelas hingga Potensi Warga Merugi

Research Octane Number (RON) 90 merupakan jenis bahan bakar minyak (BBM) yang paling banyak digunakan di Indonesia, yakni pertalite yang disubsidi pemerintah.

Sementara itu, RON 92 adalah pertamax yang memiliki tingkat resistensi terhadap detonasi yang lebih tinggi.

Meski demikian, Qohar belum merinci lebih lanjut mengenai metode pengoplosan tersebut.

Ia memastikan bahwa seluruh informasi akan disampaikan setelah penyidikan selesai.

"Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat," tegasnya.

Kasus ini juga mencakup dugaan markup dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang.

Qohar mengungkapkan bahwa dalam proses impor, terdapat markup kontrak pengiriman (shipping) yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Akibatnya, negara harus membayar biaya pengiriman sebesar 13-15 persen lebih tinggi secara melawan hukum.

"Sehingga, tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ujarnya.

Lebih lanjut, Qohar menjelaskan bahwa ketika mayoritas kebutuhan minyak dalam negeri diperoleh dari impor secara ilegal, harga dasar yang menjadi acuan penetapan harga indeks pasar BBM menjadi lebih tinggi.

Hal ini turut berimbas pada besarnya kompensasi serta subsidi BBM yang harus dibayarkan pemerintah setiap tahun melalui APBN.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Rohmat Rospari

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X