Sementara kondisi di dalam gedung VIP Stadion Kanjuruhan, mulai terjadi kepanikan. Pada mulanya hanya ada satu hingga dua rombongan suporter yang membopong rekan mereka dalam kondisi lemas akibat terkena tembakan gas air mata. Sejumlah letusan terdengar dari dalam gedung.
Dalam waktu yang sangat singkat, berkali-kali rombongan suporter memasuki area VIP Stadion Kanjuruhan dengan membawa rekan mereka yang mengalami sesak napas, pingsan, hingga ada yang sudah dalam kondisi tidak bernyawa.
Kondisi lorong gedung VIP Stadion Kanjuruhan bisa dikatakan seperti sebuah rumah sakit yang sedang dipenuhi oleh pasien-pasien yang membutuhkan penanganan medis dengan cepat. Namun, petugas medis yang ada di stadion malam itu, terbatas.
Petugas medis yang saat itu bertugas juga kewalahan akibat banyaknya korban yang tidak sadarkan diri. Proses evakuasi dan upaya untuk menyelamatkan korban itu bukan hanya melibatkan petugas medis, melainkan seluruh orang yang ada di lokasi itu, termasuk para jurnalis.
Apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan malam itu sungguh memilukan dan mengaduk-aduk perasaan. Eskalasi kericuhan terjadi cukup cepat, termasuk juga dengan mulai berjatuhannya korban.
Teriakan sejumlah rekan pendukung yang meminta bantuan terus terdengar dari sejumlah titik di dalam gedung itu. Ada seorang petugas medis yang berusaha memberikan pertolongan dengan melakukan resusistasi jantung dan paru (CPR). Namun, korban tidak tertolong.
Saat itu korban tergeletak di salah satu lorong VIP Stadion Kanjuruhan. Sementara di depan gedung, kondisinya juga tidak jauh berbeda. Aremania yang membantu rekannya berusaha membawa mereka ke rumah sakit terdekat.
Proses evakuasi korban dari Stadion Kanjuruhan menuju sejumlah rumah sakit terdekat tidak hanya menggunakan ambulans. Truk TNI, Polri, hingga sejumlah kendaraan lain juga dikerahkan untuk membawa korban yang mencapai ratusan orang itu.