Keseimbangan dalam Proses Peradilan: Peran Advokat Sebagai Penasihat Hukum dalam Mewujudkan Due Process of Law

photo author
- Selasa, 11 Februari 2025 | 11:17 WIB
Wildan Fathuroji: Keseimbangan dalam Proses Peradilan: Peran Advokat Sebagai Penasihat Hukum dalam Mewujudkan Due Process of Law - Foto: Dok Pribadi
Wildan Fathuroji: Keseimbangan dalam Proses Peradilan: Peran Advokat Sebagai Penasihat Hukum dalam Mewujudkan Due Process of Law - Foto: Dok Pribadi

Oleh: Wildan Fathurroji. S.H

Edisi.co.id, Jakarta - Prinsip sebuah negara hukum adalah setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan. Prinsip ini tercermin dalam berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional, seperti Undang-Undang Dasar 1945,  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR). Prinsip ini mencakup kesetaraan di depan hukum dan memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, mendapatkan perlakuan yang adil dalam proses hukum.

DUHAM yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 juga mencerminkan prinsip keadilan dan kesetaraan. Semua orang sama kedudukannya di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan yang sama di hadapan hukum tanpa diskriminasi. DUHAM juga menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk didengar secara adil dan terbuka oleh pengadilan yang berkompeten, dalam menentukan hak dan kewajibannya, atau tuduhan yang dikenakan kepadanya. Hal ini menegaskan bahwa hak setiap individu untuk mendapatkan proses hukum yang adil melalui peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Hak atas peradilan yang layak (fair trial) juga tercantum dalam Pasal 14 ICCPR yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang nomor 12 Tahun 2005. Pasal ini menetapkan prinsip-prinsip utama yang harus dipenuhi oleh sistem peradilan untuk menjamin keadilan bagi semua individu. Pasal ini ditegaskan bahwa setiap orang berhak atas kesetaraan di hadapan pengadilan dan badan peradilan yang independen serta tidak memihak, pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang kompeten dan independen, serta didalamnya diatur bahwa setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk diberi tahu secara jelas tentang tuduhan yang dikenakan, diberikan waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan serta mendapat penasihat hukum atau bantuan hukum, baik yang dipilih sendiri maupun yang disediakan negara jika tidak mampu. Ketentuan dalam Pasal 14 ini bertujuan memastikan bahwa semua orang mendapatkan peradilan yang adil, transparan, dan tidak diskriminatif, serta memiliki akses terhadap bantuan hukum yang memadai.

Baca Juga: Diamanahi Ketua Umum Salimah 2025-2030, Reny Anggrayni: Amanah yang Sejatinya Adalah Bukti Tugas Dan Tanggung Jawab

Begitu pula Undang Undang Dasar  1945 Sebagai konstitusi negara kita, menjamin asasi manusia dan prinsip kesetaraan di depan hukum bagi setiap warga negara Indonesia. Beberapa pasal yang terkait dengan hak untuk mendapatkan keadilan antara lain:

Pasal 27 ayat (1): "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."

Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia setara di depan hukum tanpa membedakan status sosial, ekonomi, atau kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang adil di hadapan hukum.

Pasal 28D ayat (1): "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."

Baca Juga: HPN 2025: Raja Pane dan Kesuksesan HPN 2025 di Kalimantan Selatan

Pasal ini lebih lanjut menekankan hak setiap orang untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil serta kesetaraan di hadapan hukum.

Lon L. Fuller (1902–1978)  seorang filsuf hukum yang terkenal dengan konsep keadilan dalam proses hukum (procedural justice). Fuller berpendapat bahwa keadilan tidak hanya bergantung pada isi hukum (substantive justice) tetapi juga pada bagaimana hukum dibuat dan diterapkan (prosedural). Dalam bukunya "The Morality of Law" (1964), Fuller mengemukakan prinsip fundamental yang harus dipenuhi agar hukum dapat dianggap adil dan efektif.

Prinsip-Fuller ini menunjukkan bahwa hukum yang adil harus memiliki kepastian, keterbukaan, dan konsistensi. Fuller menekankan bahwa hukum yang baik tidak hanya harus adil dalam substansi tetapi juga dalam proses pembuatannya dan penerapannya. Kegagalan dalam aspek prosedural ini akan membuat hukum kehilangan legitimasi dan tidak dapat disebut sebagai hukum yang benar-benar adil.

Al-Mawardi, seorang cendekiawan Muslim yang hidup abad ke-11, menekankan pentingnya keadilan dalam suatu pemerintahan sebagai landasan utama untuk mencapai kemakmuran dan stabilitas suatu negara. Dalam pandangannya, keadilan tidak hanya menjadi prinsip moral, tetapi juga elemen esensial dalam struktur politik dan sosial. Al-Mawardi juga menekankan pentingnya pemilihan hakim dan saksi yang adil dan jujur dalam proses peradilan. Menurutnya, keadilan dalam peradilan harus diterapkan dengan mempertimbangkan konteks sosial dan budaya masyarakat, sehingga keputusan hukum dapat diterima dan dihormati oleh semua pihak.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henri Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X