“Hanya kerja AI itu terlalu kreatif. Inputnya bukan lagi semata input yang selama ini kita dapatkan, tapi input yang tidak kita bayangkan,” paparnya.
“AI punya kemampuan extra ordinary karena tidak hanya menyampaikan laporan, tapi juga insight. Kalau kita baca, kita bereaksi, like, marah, prasangka, itu memang insight yang ingin dikejar. Jadi just input, proses dan out put,” lanjutnya.
Perkembangan AI, kata Mardhani juga tidak bisa dilepaskan dari kontribusi manusia selaku penyedia data. Apa yang diposting di media sosial, baik IG, X, dan lainnya, itu membuat AI semain kokok, punya bensin untuk diolah.
“Saat ini ada lembaga yang sedang berusaha mendigitalkan semua buku tafsir untuk semua agama. Saya berharap ini yang melakukan UIN. Tujuannya untuk menyediakan informasi untuk memperkuat otoritas keagamaan. Lembaga ini bekerja sama dengan 0toritas keagamaan di berbagai belahan dunia untuk mengkurasi hasil digitalisasi sesuai dengan konteks sudut pandang masing-masing,” paparnya.
“Tantangan ke depan adalah bagaimana kita menjadi orang yang bisa melakukan digitalisasi lalu mengkurasi untuk difeeding dalam AI,” tandasnya.
Artikel Terkait
MUI Keluarkan Fatwa soal Pajak, Desak Pemerintah dan DPR untuk Evaluasi Aturan hingga Gencar Tangkap Para Mafia
Sempat disebut dalam Munas MUI Ini alasan koperasi merah putih Syariah perlu dibentuk
Ijtima’ Ulama MUI DKI Soroti Tantangan Fatwa di Era Global, Ulama–Umara Diminta Perkuat Sinergi
Sudah ada 111 Muallaf bersyahadat sejak Pengurus Baru MUI Kota Depok, BAZNAS siap mendukung program-program pembinaan muallaf