Di TV One, Sejarawan Muda PERSIS Ingatkan Kebangkitan Neo Komunisme

photo author
- Kamis, 30 September 2021 | 08:54 WIB
Sejarawan Muda Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) Dr. Tiar Anwar Bachtiar - Foto: Henry Lukmanul Hakim
Sejarawan Muda Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) Dr. Tiar Anwar Bachtiar - Foto: Henry Lukmanul Hakim

 

Edisi.co.id, Jakarta - Sejarawan Muda Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) Tiar Anwar Bachtiar menjadi nara sumber di acara Apa Kabar Indonesia Malam dengan tema Ancaman Neo-Komunisme, Nyata atau Dusta? di TV One, Selasa (28/9/2021).

Kehadirannya bersama nara sumber lainya yaitu wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono, dan pengamat politik Ubedilah Badrun guna mendiskusikan peristiwa Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu) atau lebih populer lagi dengan sebutan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI).

Menjadi pembicara ke tiga Tiar memaparkan tentang isu kebangkitan Neo-Komunisme dari perspektif seorang sejarawan sangat menarik.

Baca Juga: Beri Makan Kucing Bersama Komunitas, Anies Minta Warganya Beri Perhatian dan Kasih Terhadap Satwa

Menurutnya, kemunculan ideologi komunisme antara tahun 1948 dan 1965 dengan sekarang tentu berbeda, terutama dalam aspek situasi ekonomi dan politik.

“Pada masa awal kemerdekaan kondisi ekonomi di Indonesia baru mengalami fase kebangkitan pasca runtuhnya kolonialisme yang mewariskan kemiskinan massal,” kata Tiar

Lebih lanjut lagi Tiar yang juga Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan (HMK) PP PERSIS menerangkan situasi ini menjadi lahan subur bagi tumbuhnya paham komunis di masyarakat melalui jargonnya yang terkenal, membela rakyat kecil alias wong cilik.

Baca Juga: Puan Maharani: Pancasila tidak Semata-mata Ditempatkan Sebagai Slogan

“Situasi ini tentunya berbeda  dengan sekarang. Sementara dalam aspek politik, pada saat itu dinamika politik masih sangat labil dan masih mencari bentuk idealnya (termasuk menjadikan komunisme sebagai alternatif-pen),” ucapnya.

Hal ini ucap Tiar, tentunya berbeda dengan sistem politik sekarang yang mulai mapan. Itu artinya, untuk membandingkan antara situasi hari ini dengan tahun 1948 dan 1965 tentunya tidak sama persis.

Walaupun begitu dalam pengamatan Tiar yang konsisten menggeluti bidang sejarah pada saat kuliah di Unpad dan UI, bahwa ideologi komunisme itu bersifat dinamis. “Komunisme akan menyesuaikan dirinya dengan tuntutan zaman dengan tampilan wajahnya yang baru yang hari ini dikenal dengan istilah Neo-Komunisme,” tuturnya.

Baca Juga: Di Hari Tani 2021, Salim Segaf dan Ridwan Kamil Borong Gabah dari Petani Muda

Cina menjadi contoh negara yang menampilkan wajah baru komunisme ini. Sistem politiknya memang masih menganut komunisme tetapi sistem ekonominya menganut faham yang menjadi lawan komunisme sendiri, yaitu kapitalisme. Langkah ini menjadikan Cina hari ini sebagai pesaing utama bagi kekuatan ekonomi Amerika.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henry Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X