Edisi.co.id - Akhir-akhir ini institusi Kepolisian Republik Indonesia menjadi sorotan publik.
Sorotan itu terjadi bukan karena kinerjanya yang baik, tapi sebaliknya, publik geram dengan prosedur dan tingkah laku Polri.
Awal bulan Oktober, tagar 'Percuma Lapor Polisi' menggema di jagat twitter. Netizen ramai-ramai mengkritik kinerja Polri.
Duduk perkaranya, ketika Polres Luwu Timur menghentikan proses penyelidikan terhadap kasus kekerasan seksual anak.
Penghentian kasus itu dinilai janggal. Project Multatuli melalui laporan jurnalistiknya, membongkar kejanggalan proses hukum tersebut.
Baca Juga: K3D dan SIB Lakukan Kerja Bakti Bersihkan Lingkungan
Project Multatuli, dalam laporannya tanggal 5 Okbober 2021, menyebut bahwa Ibu korban--kekerasan seksual anak--dipaksa menandatangani BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan dilarang membacanya terlebih dulu.
Tak hanya itu, ia dan ketiga anaknya--korban--diperiksa Polres Luwu Timur pada tanggal 9 Oktober 2019 tanpa pendampingan kuasa hukum.
Fakta yang paling mengejutkan, hasil visum ketiga korban menunjukkan bahwa 'tidak ditemukan apa-apa'.
Padahal, menurut laporan Project Multatuli, Ibu korban memiliki bukti foto dan video yang menunjukkan luka pada korban.
Baca Juga: Peringati Hari Penglihatan Sedunia, Pemkot Depok bagikan 2500 Kacamata Gratis
Namun, polisi mengabaikan bukti yang disodorkan Ibu korban, dan menghentikan penyelidikan dengan dalih kurang bukti.
Selang beberapa jam laporan Project Multatuli terbit, Polres Luwu Timur melalui akun instagramnya, mencap hoaks karya jurnalistik tersebut tanpa argumen dan bukti yang kuat.
Bukan cuma itu, publik ditambah geram dengan kelakuan Polres Luwu Timur yang menyebut identitas Ibu korban dalam kolom komentar postingan Project Multatuli dan pada unggahan akun instagram Polres Luwu Timur.
