Pembunuhan Massal Anggota PKI, Dipenggal Kepalanya hingga Mayat Dibuang di Tempat Umum

photo author
- Selasa, 2 November 2021 | 14:56 WIB
Tentara menangkap tahanan PKI dalam Operasi Trisula. Foto: Vannessa Hearman dari Museum Brawijaya /YPKP1965.
Tentara menangkap tahanan PKI dalam Operasi Trisula. Foto: Vannessa Hearman dari Museum Brawijaya /YPKP1965.

Edisi.co.id - Awal bulan November 1965 menjadi catatan Sejarah kelam bangsa Indonesia. 

Pembunuhan massal terhadap anggota, simpatisan, dan orang yang dianggap terlibat dalam PKI (Partai Komunis Indonesia) dilakukan di beberapa daerah.

Daerah yang paling banyak terjadi pembunuhan massal adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua daerah itu dikenal sebagai kantong politik PKI pada era 1950-an hingga peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Misalnya, daerah Jombang dan Kediri--yang masuk ke dalam provinsi Jawa Timur--Hermawan Sulistyo mencatat, terdapat 3.000-3.500 korban (Jombang) dan 8.256-13.760 korban di Kediri.

Baca Juga: Lanjutan Liga Champions Eropa, MU bersua Atalanta.  

Hermawan Sulistyo (dalam bukunya: Palu Arit di Ladang Tebu), mengatakan bahwa pembunuhan massal tersebut dibagi menjadi dua periode: periode pertama antara Oktober 1965 hingga Januari 1966; dan periode kedua antara Januari hingga Agustus 1966.

Hermawan membagi periode itu berdasarkan intensitas pembunuhannya. "Periode pertama ditandai oleh operasi-operasi yang intens dengan jumlah korban yang besar," tulis Hermawan dalam bukunya.

Sementara itu, kata Hermawan, periode kedua ditandai oleh operasi-operasi yang lebih kecil dan sporadis.

Baca Juga: Terkait Syarat Penerbangan, Kemenhub Keluarkan Surat Edaran Nomor 88 Tahun 2021.

Bagaimana pola operasi pembunuhan massal terjadi?

Menurut Hermawan Sulistyo (dalam bukunya: Palu Arit di Ladang Tebu), ada berbagai pola operasi yang terjadi.

Khusus di Jombang dan Kediri, pola operasi pembunuhan massal tersebut dilakukan oleh para algojo yang tergabung dalam sebuah tim--biasa disebut kelompok ronda.

Kelompok ronda itu terdiri dari tiga hingga puluhan orang, tetapi menurut Hermawan, rata-rata terdiri atas tujuh hingga sepuluh orang dalam satu kelompok.

Secara umum, Hermawan menjelaskan bahwa para algojo itu menggunakan senjata pribadi, seperti celurit, pedang, keris, pipa besi dan senjata sejenisnya dalam melakukan pembunuhan massal.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ilham Dharmawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X