Merawat Estafeta Imamah Jamiyyah

photo author
- Minggu, 11 September 2022 | 06:42 WIB
Foto: Dokumen pribadi
Foto: Dokumen pribadi

Dewan Hisbah PP. Persis dalam sidangnya tanggal 22 Juni 2022 di Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) No. 50 Ciputri Lembang melalui Surat Keputusan No. 007 Tahun 1443 H/2022 M tentang “Kaifiyat Memilih Pemimpin Dalam Islam” memutuskan bahwa pemilihan pemimpin dalam Islam harus berdasarkan prinsip musyawarah demi kemaslahatan dengan cara; (1) melalui penunjukkan; (2) dipilih oleh formatur; dan (3) ahlul halli wal “aqdi.

Dewan Hisbah juga merekomendasikan kepada PP. Persis untuk dibahas di Badan Pekerja Muktamar sebagai draft tata tertib pemilihan dengan mekanisme: (1) Pemilihan secara langsung oleh semua anggota; (2) Pemilihan oleh beberapa perwakilan dari seluruh anggota; (3) Pemilihan oleh ahlul halli wal ‘aqdi yang dipilih oleh anggota; (4) Pemilihan berdasarkan formatur; dan (5) Pemilihan berdasarkan penunjukkan.

Baca Juga: Dishub DKI Tegaskan Tidak Ada Kenaikan Tarif Terintegrasi JakLingko Angkotan Umum

Jika merujuk pada keputusan Dewan Hisbah, alangkah indahnya jika Persatuan Islam menampilkan prosesi calon imamnya tanpa harus mempertandingkan atau adu geulis antar ulama Persatuan Islam. Dengan cara itu, jamiyah akan tetap utuh, musyawarah untuk mufakat menjadi pilihan terbaik daripada pemilihan langsung.

Untuk merawat Estafeta Imamah yang lebih egalitarian, misalnya, sekali lagi misalnya, Prof. Abdurrahman, setelah dari Ketua Umum Persatuan Islam lalu menjadi Ketua Majelis Penasehat. Ustad Aceng, juga bisa meniru hal yang sama, menjadi Ketua Majelis Penasihat setelah masa jihadnya sebagai Ketua Umum berakhir.

Nah, saat ini nama-nama yang muncul ke permukaan mengerucut pada dua nama, Prof. Atip dan Ustad Jeje. Tanpa mendahului suara muktamirin, saya berpendapat Prof. Atip layak menjadi Ketua Umum dan Ustad Jeje mendampinginya sebagai Wakil Ketua Umum.

Baca Juga: Pelatihan 1000 Perempuan Pengusaha dihadiri Sekda Depok

Dari sisi kaderisasi, Prof. Atip dan Ustad Jeje sama-sama mantan Ketua Umum PP. Pemuda Persis yang berbeda periodenya. Dari sisi usia, Prof. Atip lebih tua dari Ustad Jeje. Era kesejagatan saat ini, yang dikedepankan bukanlah ananiah atau ego dan kompetensi pribadi, namun kolaborasi. Tidak ada manusia yang sempurna, satu sama lain, memiliki kelebihan dan kekurangan.

Jika kombinasi yang saya usulkan sebagai bentuk kolaboratif, maka impian saya Persis akan tampil kembali sebagai penghela pemikiran Islam dalam pentas nasional dan global, akan terwujud.

Prof. Atip yang dikenal luas di dunia internasioal dan Kiai Jeje yang lekat dengan tokoh-tokoh nasional, akan saling melengkapi dan kembali menghadirkan Persis dalam pergulatan wacana pemikiran Islam. Keterlibatan Persis dalam kajian dan dialog keislaman di tingkat nasional dan dunia, sebagaimana dulu diteladankan oleh Mohammad Natsir dan KH. Latief Mukhtar, akan kembali terwujud dan menempatkan Persis sebagai harakah tajdid.

Semoga muktamar kali ini lebih kental nuansa musyawarahnya dibanding nuansa demokrasinya. Tunjukan kepada umat dan bangsa Indonesia, jamaah Persatuan Islam (PERSIS) jamaah yg taat pada Allah, Rasul, dan imamah.

Baca Juga: Perjalanan Reza Tanzila Putra Menjadi Sekretaris Sawangan Baru

Semoga pula muktamar kali ini, dapat melahirkan kepemimpinan dan kepengurusan Persis yang lebih berorientasi keumatan di era kesejagatan sekaligus mampu melakukan reinventing dan transforming Persis untuk kembali menjadi rujukan pemikiran keislaman dan penghela dialog keislaman yang lebih mengglobal.
Aamiin

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henry Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X