Oleh: Tantan Hermansah Jama’ah Persis Cisurupan, Garut
Edisi.co.id, Jakarta - Mengapa sosok ilmuwan besar seperti Deliar Noor memasukkan organisasi Persatuan Islam atau PERSIS dalam kelompok organisasi modern di Indonesia.
Di antara alasan adalah karena Persatuan Islam (PERSIS) sejak didirikan telah menerapkan prinsip-prinsip organisasi modern. Prinsip dasar organisasi yang memiliki perencanaan, pengorganisasian dan lain, sudah diterapkan (lihat dalam Tantan, 2021)
Namun kemudian seperti juga pernah dijelaskan bahwa Persatuan Islam (PERSIS) secara kultur organisasi justru mengalami desaisasi. Sehingga alih-alih membesarkan platform organisasi modern yang meletakkan prinsip-prinsip dan tata kelola koorganisasian yang mengkota, yang ada justru seperti mengalami ketidak-PD-an gerakan.
Desaisasi dalam konteks pembahasan ini tentu tidak dalam posisi bahwa gerakan ke desa kalah baik atau kalah strategis dari pada gerakan di kota. Desaisasi adalah perspektif dalam melihat persoalan keumatan, di mana cara pandang a la desa yang cenderung homogen dan tradisional sedangkan kota yang lebih plural dan modern serta adaptif dengan kekinian.
Jika demikian, apa akar permasalahan dan mengapa Persatuan Islam (PERSIS) mengalami proses ini.
Dari sini bisa terlihat bahwa di antara apa yang harus dilakukan dalam konteks mengembalikan Persatuan Islam (PERSIS) kepada khittah sebagai organisasi yang sangat modern dan mengkota salah satunya adalah viisi kepemimpinan. Visi kepemimpinan adalah ruh yang akan menjadi urat darah dari organisasi, terlebih lagi organisasi berbasis keumatan.
Salah satu yang terbaca dari didirikannya organisasi Persatuan Islam (PERSIS) keinginan untuk melakukan transformasi pikiran, pemahaman dan tindakan masyarakat atau umat pada diktum dan ajaran agama. Pergulatan organisasi Persis di awal-awal mengkonfirmasi hal ini, di mana visi itu diterjemahkan dalam pengelolaan berbagai hal terkait gerakannya.
Baca Juga: Masjid Sabililllah Pademangan Jakarta Utara dan Primago Peduli Adakan Pawai Syukuran Khitanan Massal
Contoh paling mudah adalah visi Persatuan Islam (PERSIS) menentang segala macam pengkultusan: subyek manusia atau obyek non-manusia. Ini menunjukkan bahwa Persis, telah meletakkan kembali pada suatu kultur modern yang merit system; bukan organisasi yang kemudian malah melembagakan pesona personifikasi.
Menjelang Muktamar ke XVI pada bulan September tahun 2022 ini, maka tentu membincangkan calon Ketua Umum yang akan menahkodai Persis ke depan sangat menarik. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, setiap kepemimpinan di Persis memang selalu tampil indah sesuai dengan era atau masanya.
Lalu, bagaimana kita menjawab tantangan yang diidentifikasi di atas?
Pada ruang yang seperti itu maka untuk Persatuan Islam (PERSIS) diperlukan tipologi kepemimpinan yang mampu dan memiliki pengalaman bergerak, beraksi dan teruji pada ruang yang sangat modern.
Artikel Terkait
Soal Kenaikan BBM, Waketum PERSIS: Sangat Prihatin, Berdampak Pada Kenaikan Harga Bahan Pokok
Muktamar XVI: Mencari Figur Ketua Umum PERSIS
Prihatin Kejadian Pesantren Gontor, Waketum PERSIS: Imbau Orang Tua Jangan Takut Masukan Anaknya ke Pesantren
Prof. Dadan Wildan: PERSIS Harus Jadi Pencerah