Diantaranya, bagaima Yusuf Al Qaradhawi membangun metodologi yang komperhensif didalam memahami AL Quran secara utuh, walaupun tentu saja sebagai sebuah produk ilmiah ijtihad niscaya masih adah kelemahan-kelemahan.
“Tetapi, Yusuf Al Qaradhawi berhasil merangkum metodologi tentang bagaimana kita memahami secara utuh tentang Al Quranul Karim,” papar Kiai Jeje.
Baca Juga: Gali Potensi Santri di Bidang Komunikasi, Bahasa, dan Sastra, MTs Manbaul Huda Gelar Pekan Bahasa
Sehingga dengan memahami paradigma yang utuh tersebut, maka aspek-aspek yang yang seakan berkontra diksi atau bertolak belakang didalam Al Quran berhasil untuk dikompromikan. Sehingga produk dari kompromi berbagai macam kecenderungan pemikiran itulah yang kemudian melahirkan kesempurnaan Islam yang kokoh.
“Begitu pula ketika Yusuf Al Qaradhawi menulis tentang kasus-kasus fiqyah yang furuiyah yang biasa terjadi ikhtilaf dikalangan para ulama. Maka bisa terselsaikan dengan kaidah-kaidah ushuliyah yang shamilah dan uliyah sehingga tidak melahirkan adanya kontradiktif pemikiran fiqyah itu sendiri,” ucapnya.
Tetapi melahirkan pemikran yang al-jam’i wa al mani. Itulah yang sebernarnya menjadi landasan terbenamnya manhaj washatiyyah didalam pemikiran fiqh, pemikiran harokah, pemikran tafsir, dan pemikiran sunnah. Maka, dengan demikian Yusuf Al Qaradhawi kita sepakat dengan pengantar pemikiran beliau daripada murid-murid beliau.
Bahwa, memang Yusuf Al Qaradhawi peletak dasar-dasar manhaj yang washatiyyah didalam memahami nilai-nilai ajaran Islam yang komperhensif.
Baca Juga: Kementan Melepas 40 Kontainer Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok
Sehingga memadukan makna kesempurnaan Islam dengan kebutuhan ijtihad. Dan memadukan antara aspek-aspek yang kontradiktif.
Itulah yang dibutuhkan didalam kita dalam menyelesaikan permaslahan keumattan sekarang dan masa yang akan datang.
“Kontribusi Yusuf Al Qaradhawi terhadap pembangunan peradaban Islam tidaklah kecil. Karena sokongan guru peradaban terbesar adalah ilmu. Dan ilmu yang paling mendalam adalah metodologi atau manhaj itu sendiri yang abadi,” tegas Kiai Jeje.
Baca Juga: Anggota DPRD DKI Jakarta Dari Fraksi Golkar Suka Membeli Batik di Tempat Daerah yang Dikunjungi
Ia berharap, semoga diforum yang baik ini, kita akan mengambil faedah yang besar. Salah satunya dari aspek pemikiran metodologi Yusuf Al Qaradhawi dalam menyajikan sejarah.
Terakhir, Kiai Jeje meminta, kita harus memahami sejarah sebagai berita-berita yang mati. Sehingga kita tidak lagi memiliki ruh untuk menjadikan landasan membangun peradaban saat ini.
“Atau justru sejarah adalah berita-berita yang dinamis, hidup yang menginspirasi dan menjadi pelita penunjuk dalam membangun peradaban yang lebih baik,’ pungkasnya.
Artikel Terkait
Kasus Santri Gontor, MUI: Kami Dukung Pemecatan Pelaku
MUI Cinere Depok Gelar Musyawarah Kerja (muker), Ini Pennjelasanya
Ketua MUI Bidang Seni dan Budaya, KH Jeje Zaenudin, Terpilih Jadi Ketua Umum PERSIS 2022-2027
Optimalkan MUI Kelurahan dalam Kemandirian Ekonomi, MUI Depok Gelar Seminar Pemberdayaan Ekonomi Umat Islam