Suhu politik yang memanas jelang pemilu tak terhindarkan, akan tetapi ruang publik tak boleh diisi dengan narasi yang memecah belah persatuan. Memang, dinamika politik akan terus diwarnai dengan silang pendapat dan perdebatan melelahkan.
Terlebih saat ini, era disrupsi informasi dan post-truth politik, sangat mudah menyebarkan kebencian dan berita bohong. Akan tetapi, narasi kebaikan tak boleh kalah dengan narasi adu domba dan kebencian.
Di sini, sebelum masyarakat dituntut untuk memegang teguh norma-norma yang dianjurkan dalam Empat Pilar, sejatinya justru sang kadidat peserta kontestasi yang harus memiliki dan mengamalkan terlebih dahulu.
Dalam konteks media sosial (medsos), diperlukan apa yang disebut dengan istilah digital leadership, seorang kandidat yang bukan menjadi seorang ahli (teknologi) akan tetapi mereka yang cukup punya wawasan dan pengetahuan dalam dunia digital terutama soal moral dan etika dalam dunia media sosial (medsos).
Hal ini diperlukan. Seni memimpin di era digital diharapkan mampu memberikan warna yang positif.
Dengan bantuan teknologi terbaru, termasuk media sosial (medsos), kandidat seharusnya bisa memanfaatkannya sebagai media strategi komunikasi, menawarkan beragam ide, gagasan dan program-program perubahan (pemberdayaan).
Baca Juga: Anak Petani di Tempirai Sukses Jadi Dokter, Alex Leo: Doa Orangtua Jadi Kunci Sukses
Bukan larut dalam arus konten negatif baik disadari atau tidak seperti memainkan politik berbasis SARA, penyebaran kabar bohong (hoaks), misinformasi, disinformasi maupun kampanye hitam (black campaign).
Kearifan Komunikasi
Melahirkan digital leadership yang kokoh, satu kemampuan penting yang diperlukan adalah kearifan komunikasi di media sosial (medsos).
Layaknya hakikat komunikasi yaitu untuk mencapai, kesepahaman bersama, saling pengertian (mutual understanding), maka kearifan yang melingkupi kecerdasan dan kebajikan memegang peranan besar melahirkan wajah komunikasi politik di media sosial (medsos) yang berkeadaban.
Dewdney (2006) dalam The New Media mengatakan bahwa ketika bicara media sosial (medsos), tidak melulu tentang teknologinya, akan tetapi sangat terkait dengan konteks budaya dan praktik penggunaan medianya.
Merujuk pemahaman demikian, kajian komunikasi di ranah digital tentu saja tidak melulu fokus tentang perkembangan terbaru teknologinya, justru yang lebih penting adalah relevansi kekinian, bagaimana melahirkan masyarakat yang beradab di tahun politik yang sedang berlangsung saat ini.
Sebuah tawaran kerafifan komunikasi yang bisa dihadirkan, salah satunya adalah kearifan komunikasi profetik.
Sebuah kearifan komunikasi berbasis kenabian yang jauh hari basis intelektualnya sudah dipaparkan oleh Prof. Kuntowijoyo Di mana istilah profetik sendiri difungsikan sebagai paradigma atau cara pandang berdasarkan tujuan etis tertentu.
Artikel Terkait
Thatgamecompany Bawa Sky: Children of the Light ke PC Windows, Antusiasme Para Pemain Meningkat
Kabarantan : Dorong Penerapan Sertifikat Elektronik untuk Percepat Proses Karantina
Viralnya Pemuda Pandawara Bersihkan Sungai Sumber Inspirasi UI Kampanye Pengurangan Sampah Plastik
Persaingan Sengit, Instagram akan Rilis Aplikasi Berbasis Teks sebagai Tandingan Twitter