Di Mudzakaroh Hukum Nasional dan Hukum Islam MUI, PERSIS Soroti dan Tanggapi 14 Isu Krusial RUU KUHP

photo author
- Kamis, 13 Oktober 2022 | 08:31 WIB
Direktur BKBH PERSIS  Drs. H. Yudi Wildan Latief. SH. MH.,  (kanan) dan Sekretaris Direktur BKBH PERSIS Zamzam Aqbil Raziqin. S.Sy. MH.  - Foto: Henry Lukmanul Hakim
Direktur BKBH PERSIS Drs. H. Yudi Wildan Latief. SH. MH., (kanan) dan Sekretaris Direktur BKBH PERSIS Zamzam Aqbil Raziqin. S.Sy. MH. - Foto: Henry Lukmanul Hakim

Baca Juga: Jejak Langkah Islam Di Depok: Pajajaran Ketemu Portugis

9. Pasal 304 tentang Penodaan Agama

BKBH Persis dalam konteks ini sangat menyepakati terhadap pasal tersebut, hal ini dikarenakan Pasal ini mampu menjaga ketertiban dan menghindari konflik horizontal dan perbuatan main hakim sendiri (eigenrechting), bangsa indonesia tidak dapat dilepaskan dari identitas keagamaan, oleh sebab itu kesucian agama dan penganut agama harus dilindungi, selain itu juga mengacu kepada UU nomor 1/PNPS 1965 dalam hal ini semangat perlindungan terhadap entitas yang berkembang dan kepercayaan yang menubuh dikalangan rakyat Indonesia.

10. Pasal 342 tentang Penganiayaan Hewan

Bagi BKBH Persis pasal ini juga memiliki urgensitas yang sangat berarti, hal ini dikarenakan Dengan semangat Q.S An Nur ayat 41 yang menerangkan bahwa semua makhluk hidup bertasbih kepada Allah. Maka sebagai prinsip nilai teologis, maka penyalahgunaan hewan dapat ditindak pidana. Alasan yang paling kuat adalah bahwa mereka merupakan makhluk hidup yang layak akan harmoni kehidupannya, selain itu juga Dalam prinsip green constitution ada nilai dalam praktik bernegara yang disebut ecokrasi, maka konsekuensi nya penyalahgunaan terhadap hewan dan lingkungan adalah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan juga. Apabila hewan tersebut berhenti lestari, maka manusia pun akan terpengaruh dalam sisi harmoni ekosistemnya.

11. Pasal 414, 415 dan 416 tentang Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran kandungan

KKBH Persis menganggap terdapat urgensitas dalam pasal ini, alasannya adalah ketentuan ini untuk memberikan pelindungan kepada anak agar terhindar dari seks bebas, sebab aborsi lazim diketahui adalah pilihan pasangan diluar pernikahan yang merasa anak adalah aib karena dilakukan diluar ikatan yang sah.

Baca Juga: Anies menyenangkan Warga Jakarta Lewat Fasilitas Olahraga Kelas Dunia

12. Pasal 431 tentang Penggelandangan

KKBH Persis menganggap bahwa Pemidanaan ini diperlukan sebab konteks gelandangan dewasa ini hadir sebagai profesi yang tersistematis dan tak jarang mereka yang menggelandang itu meminta-minta secara memaksa dan mengganggu masyarakat, Namun sebagai catatan, pihak pelaksana nantinya perlu bisa menginverntarisir mana gelandangan yang secara sosial dia memang tidak sejahtera dan terpaksa menggelandang dan mana gelandangan yang dia itu hadir dengan perintah dan memiliki petinggi.

Jika terdapat pertanyaan “apakah gelandangan ditanggung oleh Negara atau tidak?”, maka jawabannya adalah tidak, hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-X/2012 yang berbunyi sebagai berikut:

Pelarangan hidup bergelandangan merupakan soal yang tidak berkaitan dengan kewajiban negara untuk memelihara  fakir  miskin  dan  anak-

anak terlantar. Pelarangan hidup bergelandangan     merupakan pembatasan yang   menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak- anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan negara. Manakala negara dengan kemampuan yang ada belum sepenuhnya dapat melaksanakan kewajiban tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk membolehkan warga negara hidup bergelandangan. Dengan demikian hal tersebut tidak menjadi alasan pembenar bagi siapapun untuk melanggar hukum, melakukan   penggelandangan, mengabaikan ketertiban umum, dengan alasan negara belum melaksanakan kewajibannya memelihara fakir miskin dan anak- anak terlantar. Sebagai negara hukum, negara harus membangun sistem hukum yang harus dipatuhi oleh masyarakat dan ditegakkan oleh aparat hukum.

13. Pasal 469 tentang Pengguguran Kandungan

Pasal ini merupakan bagian dari progresifitas moral di negara indoneisa, ditengah terpaan perilaku seks bebas yang merajalela, maka hukum sebagai a tool of social enginereeng atau mesin perekayasa sosial hadir untuk membuat pencegahan atas praktik seks bebas. Konsekuensi dari seks bebas adalah kehamilan dan karena hamil diluar ikatan pernikahan adalah aib, maka tak jarang perilaku menggugurkan kandungan adalah pilihan. Maka dengan pasal ini, hukum sebagai perekayasa dapat mencegah sedari awal penyebab penggugurannya, yakni seks bebas. Maka KKBH Persis menyepakati pasal ini masuk dalam KUHP.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Henry Lukmanul Hakim

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Takut Air Meluap Lagi, Outlet Situ 7 Muara Dibersihkan

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:30 WIB
X