Edisi.co.id - Setiap kali healing ke Puncak, Jawa Barat, saya selalu melalui jalan alternatif untuk menghindari kemacetan di jalan Raya Puncak, namanya Jalan Terobosan. Tepatnya di sekitar Gadog, Gunung Geulis. Beberapa mobil dan motor mulai banyak yang tahu jalur ini.
Saat itu yang menjadi keprihatian saya adalah setiap kali mau numpang shalat dan ke toilet, masjid ini belum bisa difungsikan sebagai tempat ibadah. Mengingat sudah masuk tahun ketiga pembangunannya belum juga rampung. Padahal banyak musafir dan penduduk setempat yang ingin sekali shalat berjamaah di masjid ini.
Sabtu lalu, saya kembali melalui jalan tersebut. Saya tengok ke kiri, Alhamdulillah, masjid itu sudah jadi, nampak kubahnya yang berwarna hijau, dan dinding masjid yang sudah di cat berwarna krim, manis sekali. Begitu juga dengan teoiletnya yang terlihat bersih dan rapih. Saya senang.
Lalu saya masuk ke dalam ruangan masjid, nampak menakjubkan, terlebih ketika saya mendongak ke atas, nampak kubah dalam masjid yang dilukis dengan langit berwarna biru, dihiasi dengan penataan lampunya yang indah.
Di teras masjid saya berjumpa dengan marbotnya, bernama Pak Asyah yang sedang duduk santai. Lalu saya ajak ngobrol, mulai dari sejarah masjid, hingga kebutuhan apalagi yang diperlukan.
“Alhamdulillah ya pak, masjid sudah jadi, saya sudah bisa singgah untuk numpang shalat dan ke kamar mandi, “ kata saya membuka percakapan.
Pak Asyah lalu bercerita tentang sejarah masjid ini dan kenapa pembangunannya bisa terbengkalai selama tiga tahun? Begini ceritanya.
Lahan masjid ini merupakan wakaf dari warga pemilik tanah ini. Kemudian datang ada orang Arab yang tinggal di Jakarta. Namanya Pak Shoib. Beliau adalah pengusaha travel umrah dan haji.
Pak Shoib kemudian mendonasikan sebagian rezekinya untuk pembangunan masjid, ketika itu bangunannya baru sampe tahap kubah dan menara, namun belum sampai tuntas, toilet dan tempat wudhu pun belum ada. Tapi kemudian, pembangunan selanjutnya terhenti.
Di masa Covid 19, Pak Shohib tidak pernah melongok masjid lagi, tak ada kabarnya. Rupanya usaha travelnya tak berjalan, akibat pandemi. Padahal dulu beliau suka memberangkatkan umroh jamaah masjid. Akibat kekurangan dana, pembangunan masjid menjadi terbengkalai hingga memasuki tahun ketiga. Saat itu juga belum ada pengurus DKM nya.
Baca Juga: 149 Orang Vaksin Booster bersama PERKAPJU di Jakhope Caffe
Sejak itu Pak Shohib menyerah, tak lagi melanjutkan untuk membiayai pembangunan masjid. Tapi, setelah covid, Pak Shohib membawa beberapa tamu dari Pondok Gede, Bekasi. Tepatnya dari Forum Silaturrahmi Antar masjid dan Mushola (FORSILA), Kecamatan Pondok Gede – Bekasi.
“Ahamdulillah, saya sangat bersyukur sekali, cita-cita saya sebagai warga agar punya masjid, akhirya terwujud. Dulu tiap hari saya nunggu, kemana nih Pak Shohib tak kunjung datang. Saat itu saya jaga masjid yang kosong dan belum jadi ini, agar tidak digunakan untuk maksiat. Mengingat anak muda di sini suka mabok dan judi. Pokoknya, hidup mati saya untuk masjid,” kenang Asyah, sang marbot.
Artikel Terkait
Korban Tewas Ledakan Bom Bunuh Diri Di Masjid Pakistan Yang Mencapai 100 Orang
Masjid Indonesia di Uganda Akhirnya Diresmikan, Dibangun oleh Ivan Gunawan
Mengenang Langgar Haji Naman Cikal Bakal Masjid Raudhatul Iman, Kp. Pitara, Pancoran Mas Kota Depok
Alhamdulillah, Kondisi Kafka sang Bocah yang Pernah Terjatuh dari Lantai 2 Masjid Al Jabbar Kini Telah Membaik
Secara Spontan, Menungggu Waktu Sholat Maghrib, 110 Siswa SMP PCI Tilawah Ayat Al Quran di Masjid Istiqlal
Foto: Intip 110 Siswa SMP PCI Tilawah Ayat Al Quran di Masjid Istiqlal
MUI Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Adakan Subuh Keliling ke 114 di Masjid Al Ubudiyah