Edisi.co.id - Salah satu kitab tafsir yang menjadi rujukan ulama di dunia dalam memahami makna ayat-ayat al-qur'an yaitu Kitab Tafsir Jalalain. Termasuk juga dalam mengulik makna timbangan dan adil di surah Al Rahman ayat Sembilan
Ayat ini lebih praktis ketimbang ayat sebelumnya, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca” (QS. al-Rahman/55: 9). Pengulangan ayat menunjukkan penegasan Allah soal neraca.
Makna adil dalam ayat ini juga lebih praktis. Pengarang Tafsir Jalalain mengartikannya dengan tidak curang. Sementara yang dimaksud mengurangi timbangan adalah mengurangi barang yang ditimbang. Timbangan dalam ayat ini adalah makna sebenarnya, bukan kias, tapi alat menimbang barang.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Berhasil Ungkap Home Industry Narkoba Jenis Tablet Pil PCC
Lebih tegas, menurut Wahbaah al-Zuhaili, memahami ayat di atas adalah perintah menimbang dengan adil, pas, dan jujur, tidak curang, dan mengurangi barang yang ditimbang. Sementara itu menurut Syaikh Nawawi Teknik menimbang yang benar harus ada pada posisi di pertengahan dan tidak berat sebelah.
Lebih jauh, lanjut Syaikh Nawawi, pada ayat 8-9 ini Allah memperkenalkan teknik menimbang pertama, tughyan artinya tidak melebihkan timbangan (melampaui batas pertengahan). Kedua, ikhsar tidak mengurangi timbangan. Ketiga, qisthi adalah pas pada posisi pertengahan di antara dua sisi timbangan.
Kaidah menimbang yang terpenting adalah tidak mengurangi isi timbangan untuk orang lain dan tidak melebihkan isi timbangan untuk diri sendiri. Inilah ancaman Allah, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. al-Muthaffifin/86: 1-3).
Terkait menimbang, al-Thabari memberi saran agar ketika menimbang buat orang lain hendaknya melebihkan sebab perbuatan itu memancing Allah untuk menambah rezeki dengan kehendak Allah. Menurutnya, salah satu sebab binasanya umat masa lalu adalah karena curang saat menimbang untuk orang lain.
Sebab secara psikologis, ungkap al-Maraghi, semua orang ingin diperlakukan secara adil. Untuk itu Allah mewasiatkan keadilan untuk orang lain, agar orang lain berbuat yang sama, tidak mengurangi dan tidak curang. Dengan keadilan kehidupan manusia akan baik-baik saja.
Sejatinya, tulis al-Thabari, kekurangan dengan sengaja yang dilakukan seseorang saat menimbang adalah kerugiannya. Tentu kerugian yang dimaksud al-Thabari berupa hidup yang tidak berkah di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak.
Ayat ini pada akhirnya menghendaki agar manusia tetap adil untuk diri sendiri dan orang lain. Manusia yang adil tidak akan melakukan kecurangan kendati ada kesempatan. Abdullah Yusuf Ali memberi ilustrasi bahwa keadilan adalah pusat segala kebaikan, keteraturan, dan keseimbangan. Sesuai ketentuan Allah yang bersifat pasti, pas, dan terukur.
Secara filosofis, melakukan tughyan dan ikhsar saat menimbang adalah merobohkan keseimbangan makro kosmos dan mikro kosmos sekaligus.***
Artikel Terkait
Kunjungan Baznas ke Dewan Da’wah, Sinergikan Penguatan Program Dakwah
Pemerintah Tunda Kewajiban Sertifikasi Halal Produk UMK
Gelar Aksi, Wahdah Islamiyah Terus Menyuarakan Pembelaan terhadap Bangsa Palestina
Samakan Persepsi, MUI DK Jakarta Gelar Bimtek Fatwa Halal
Pia Eks Vokalis Utopia Akan Hadir Meriahkan Acara Lebaran Depok 2024
Kenapa Klub Seri-A Como 1907 Tidak Tertarik Rekrut Tom Haye ? ini Alasannya