Ketiga, terapkan co-viewing atau menonton bersama. Bertanyalah: “Apa yang terjadi selanjutnya?”, “Dia sedang apa?”, “Kenapa dia marah?”. Pertanyaan sederhana dapat mengubah layar menjadi pemicu percakapan, bukan pengganti interaksi.
Keempat, perbanyak aktivitas tanpa layar. Bermain balok, menggambar, memasak bersama, atau berlari di halaman rumah memberikan pengalaman bahasa yang lebih kaya dan nyata.
Pada akhirnya, perkembangan bahasa tidak lahir dari cahaya layar, tetapi dari hubungan manusia. Anak belajar berbicara karena diajak berbicara. Ia memahami makna dari ekspresi, intonasi, dan respons orang lain. Ia belajar tentang sosial bukan dari animasi, melainkan dari interaksi nyata dengan orang yang mencintainya.
Kemampuan komunikasi yang kuat sangat penting bagi generasi berikutnya. Ini termasuk kemampuan untuk membaca situasi, memahami orang lain, dan memberikan penjelasan tentang pendapat mereka. Mengembalikan ruang interaksi yang hilang di tengah derasnya digitalisasi adalah langkah pertama dalam menyiapkan generasi yang cerdas secara bahasa.
Layar boleh hadir dalam hidup anak. Tetapi jangan sampai ia mengambil alih suara yang paling penting: suara anak itu sendiri.
(Penulis : Siti Humairah mahasiswi UIN Jakarta jurusan Pendidikan Bahasa Arab)