artikel

Tahu Siksa yang Mulai Langka di Jakarta

Minggu, 12 September 2021 | 12:16 WIB
Penganan Tahu Siksa (Foto: pamellaputri. WordPress.com)


Edisi.co.id - Sudah jarang kita temui di Jakarta panganan khas yang biasa di makan ketika orang pada turun dari kereta. Dulu sering kita jumpai pengguna  KRL  yang turun di Tanah Abang ataupun Stasiun Beos (Kota) ketika keluar stasiun  menunggu Angkot atau Bemo datang pada  nongkrong atau duduk di  jejongkok sambil menikmati panganan  tahu kuning.  Tidak ketinggalan ditemenin  cabe rawit ijo yang memang menjadi padanannya. Asyik bener, terlihat yang makan keringetan dan kadang disertai mimik wajah meringis karena kepedesan.

Nah panganan tahu kuning yang kini mulai langka itu  dikalangan warga Betawi ada juga yang menyebut tahu Siksa.

Menurut Lahyanto Nadie
Anggota Forum Pengkajian dan Pengembangan (Jibang) Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan, tahu Siksa, sejatinya bukan tergolong makanan ‘sadis’. Penganan ini terbuat dari tahu biasa -umumnya tahu kuning yang biasa disebut tahu bandung- digoreng menggunakan minyak sedikit di atas kompor berapi kecil. Minyak dalam wajan itupun dicampur dengan air sehingga seolah sembari digoreng, juga direbus.

Baca Juga: Anies: Jangan Sampai Kecemplung Dua Hari Berturut-turut

"Belum ada literatur resmi yang menyebutkan asal muasal nama Tahu Siksa ini. Tetapi bila melihat proses pematangan tahu dengan cara tersebut, boleh jadi nama itu muncul lantaran ungkapan masyarakat Betawi dalam berolah kata. Bukan hal baru bila masyarakat Betawi membuat istilah-istilah dengan metafora semacam ini," ungkapnya, Minggu (12/9/2021).

Abdul Chaer, dalam bukunya “Kamus Ungkapan dan Peribahasa Betawi, cetakan pertama, yang diterbitkan oleh Masup Jakarta (2009) menyatakan, gabungan kata atau kata tidak digunakan sesuai dengan makna leksikal ataupun makna gramatikal, melainkan menurut makna lain yang masih mempunyai hubungan atau asosiasi dengan makna aslinya. Hubungan makna asli dengan makna asosianya dapat berupa kiasan, perbandingan, atau persamaan.

Tak ayal, cara memasak yang digoreng-rebus di waktu bersamaan dalam wajan plus api kecil ini, membuat tahu seolah-olah sedang mengalami penyiksaan yang tiada tara. Apalagi, apinya dibuat kecil, yang biasa disebut dengan cara memasak lamban (slow cooking). Teknik ini biasanya dilakukan pada bahan makanan yang bertekstur keras seperti daging.

Baca Juga: Tinjau Vaksinasi di Tugu Jakarta Utara, Anies Baswedan Kecebur ke Got

Menurut Gordon Ramsay, chef Inggris yang mendunia, teknik memasak lamban ini menjadikan makanan mengeluarkan seluruh rasa di dalamnya sekaligus membuatnya menjadi empuk.

"Nah, bisa dibayangkan, tahu yang memiliki tekstur lembut dari sononya harus mengalami cara memasak seperti ini. Seperti penyiksaan tiada henti hingga kulit luarnya mengeras, namun di dalamnya tetap menyajikan tekstur yang lembut. ragam tekstur inilah yang membuat Tahu Siksa memiliki kekhasan tersendiri," tambahnya lagi.

Bisa jadi, ini pula yang membuat Tahu Siksa dengan aroma kedelai yang menguar bersamaan dengan letupan cabai rawit, membuat siapa saja yang memakannya bisa menikmati rasa asli tahu ini.

Baca Juga: Jamur Merang Tetap Berpeluang

Apalagi Tahu Siksa tidak dibumbui dengan beraneka macam rempah, cukup ditabur garam untuk merangsang lidah bergoyang. Saban mencomot barang sebiji-dua, hati sudah gembira. Masa itu, Tahu Siksa disajikan dengan dibungkus daun pisang dan dilengkapi dengan cabai rawit.

Nah untuk yang kangen dan ingin menikmati Tahu Siksa atau kalau dengan logat Betawi pinggiran Tahu Seksa  masih bisa ditemui di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

Ngeriung bersama teman-teman sambil ngobrol mungkin tidak berasa bisa-bisa tuh tahu habis deh satu pikulan.

Halaman:

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB