artikel

CHILDFREE DI BARAT, JEPANG DAN INDONESIA, MAU TAHU ?

Rabu, 15 Februari 2023 | 08:48 WIB
Ilusterasi Pernikahan (ruangberita.com)

 “Dulu saya berpikir bahwa saya akan menikah pada usia 25 tahun dan menjadi seorang ibu pada usia 27 tahun. Tetapi ketika saya melihat kakak perempuan tertua saya, yang memiliki anak perempuan berusia dua tahun, saya takut memiliki anak," kata Iwai, dilaporkan The Guardian.

Iwai mengatakan, ketika punya anak di Jepang, seorang perempuan diharapkan berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga secara penuh. Perempuan juga memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan mendidik anak-anaknya.

"Saya merasa sulit untuk membesarkan anak, secara finansial, mental dan fisik.  Pemerintah mengatakan akan memberikan dukungan yang lebih baik untuk keluarga dengan anak kecil, tetapi saya tidak terlalu percaya pada politisi," kata Iwai.

Seorang profesor di Universitas Sophia di Tokyo, Yuka Minagawa, mengatakan, tingkat kesuburan yang rendah merupakan gejala dari kemajuan yang dicapai wanita Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Perempuan Jepang berhasil meraih pencapaian pendidikan yang lebih baik dan ada peningkatan jumlah perempuan di tempat kerja. Namun konsekuensinya, mereka menjadi enggan menikah dan memiliki anak.

“Faktor yang mungkin menyebabkan keengganan wanita Jepang untuk menikah adalah meningkatnya biaya pernikahan,” tulis Naohiro Yashiro, seorang profesor di Universitas Wanita Showa, dalam esai untuk situs web Forum Asia Timur.

“Dengan pendidikan yang lebih tinggi, lebih banyak perempuan muda yang memiliki upah yang sama dengan laki-laki, sehingga rata-rata masa pencarian pasangan mereka lebih lama.  Saat ini, rata-rata usia perkawinan pertama bagi perempuan adalah 29 tahun, jauh melampaui 25 tahun pada 1980-an ketika sebagian besar perempuan hanya lulusan SMA," kata Yashiro.

Populasi Jepang sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, menurun selama beberapa tahun dan mengalami rekor penurunan 644.000 pada 2020-2021. Populasi diperkirakan akan anjlok dari 125 juta menjadi sekitar 88 juta pada 2065, atau ada penurunan 30 persen dalam 45 tahun.

Jumlah orang yang berusia di atas 65 tahun terus bertambah. Kini jumlahnya mencapai lebih dari 28 persen populasi. Seorang wanita Jepang diharapkan memiliki rata-rata 1,3 anak selama hidupnya. Jumlah ini jauh di bawah rata-rata 2,1 anam yang dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran populasi saat ini.

Pada 2021, jumlah kelahiran mencapai 811.604 atau terendah sejak pencatatan pertama kali dilakukan pada 1899. Penurunan jumlah kelahiran lebih cepat daripada yang diproyeksikan oleh pakar demografi.  Sebaliknya, jumlah centenarian mencapai lebih dari 90.500, dibandingkan dengan hanya 153 orang pada 1963.

Baca Juga: Ini Penyebab Lendir Di Paru-paru Yang Harus Kamu Tahu

CHILDFREE DI INDONESIA

Lalu, Bagaimana di Indonesia? Ketika keputusan childfree mengalami peningkatan di Barat pada kurun 1800-an, di Indonesia tidak demikian. Sebab, di Indonesia pada kurun waktu tersebut ada filosofi "Banyak Anak Banyak Rezeki". Jelas, filosofi ini bertentangan dengan konsep childfree. Asal-usul filosofi ini berawal dari masa cultuurstelsel atau tanam paksa yang terjadi pada tahun 1830-1870. 

Hadirnya kewajiban tersebut membuat penduduk  pribumi mempunyai anak banyak. Sebab, semakin banyak anak artinya tenaga kerja juga bertambah. Artinya, semakin banyak pula keuntungan yang didapat. 

"Tingginya angka demografis ternyata disengaja untuk memenuhi banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan pada tanaman agroindustri khususnya tebu dan kopi yang diwajibkan pada para petani," tulis Sejarawan Peter Boomgard dalam Children of the colonial state : population growth and economic development in Java, 1795-1880.

Beranjak dari sinilah tak heran kalau pada masa dahulu banyak orang tua memiliki anak lebih dari 10. Perlahan, pandangan ini pun terus mengakar di kehidupan keseharian masyarakat Indonesia sampai Indonesia merdeka tahun 1945 yang mengandalkan agraris sebagai mata pencaharian utama. Barulah mulai mengalami penurunan ketika alat kontrasepsi diperkenalkan dan terjadi perubahan pola dari agraris ke industri sejak tahun 1960-an.

Halaman:

Tags

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB