Edisi.co.id - Perang antara Cirebon atau Demak dan Banten melawan Pajajaran yang berkepanjangan sungguh sangat melelahkan bagi kedua belah pihak.
Juga tokoh-tokoh utamanya yaitu sunan Gunung Jati, Falatehan dan prabu Siliwangi sudah sangat sepuh. Mereka mengadakan gencatan senjata pada tahun 1535.
Falatehan meletakkan jabatan sebagai bupati Jayakarta digantikan oleh Tubagus Angke. Faletehan kembali ke Cirebon dan meninggal di Cirebon. Makamnya di bukit Jati.
Baca Juga: Jejak Langkah Islam Di Depok: Sunda Kelapa
Syarif Hidayatullah juga kembali ke padepokannya di bukit Jati Cirebon sampai meninggal tahun 1568, tak lama setelah Falatehan meninggal.
Syarif Hidayatullah dikuburkan di bukit Jati bersebelahan dengan Falatehan. Begitu pula prabu Siliwangi setelah meninggal digantikan prabu surawisesa.
Di Banten, Maulana Hasanudin meninggal pada tahun 1570 digantikan oleh putranya Maulana Yusuf (1570-1580). Tentara Demak juga ditarik dari front terdepan (Depok) tetapi tidak kembali ke Demak. Mereka memilih tinggal di Serang (ibukota kesultanan Banten).
Baca Juga: Bima Arya Sugiarto dan Pihaknya Menolak Wacana Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD
Masa ini oleh masing-masing pihak di manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di Pajajaran mereka memperkuat benteng kota dan benteng Keraton serta membuat prasasti (prasasti Batu Tulis) untuk mengenang prabu Siliwangi.
Di Banten, dengan bantuan tentara Demak yang ada di sana tokoh muda Maulana Yusuf telah berhasil membuat Meriam kecil yang mudah dibawa kemana-mana. Maulana Yusuf juga melatih prajurit yang mampu bertempur di hutan.
Pasukan Cirebon, Jayakarta dan pasukan Banten yang ada di Depok tetap pada posisinya untuk menjaga kalau-kalau Pajajaran mengadakan serangan balik, tetapi pasukan ini pun perlu diremajakan.
Artikel Terkait
KONI DIY Target 16 Medali Emas dalam Gelaran PON XXI 2024 Aceh
Bima Arya Sugiarto dan Pihaknya Menolak Wacana Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD
Jejak Langkah Islam Di Depok: Sunda Kelapa