Edisi.co.id-Terdapat tiga tingkatan dalam pelaksanaan puasa Ramadhan yaitu puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang super khusus.
Puasa orang awam ialah, hanya menahan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat.
Puasa orang khusus ialah, disamping seperti puasa orang awam, disertai menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa.
Sedangkan puasa orang super khusus ialah seperti puasa orang khusus, disertai puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari selain Allah secara total.
Baca Juga: Mengetahui Hikmah Puasa Ramadhan
Puasa orang super khusus itu menjadi ‘batal’ karena pikiran tentang selain Allah dan hari akhir; karena pikiran tentang dunia—kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama tersebut—sudah termasuk bekal akhirat dan tidak lagi dikatakan sebagai dunia.
Puasa super khusus ini merupakan tingkatan para Nabi, Rasul, Shiddiqin, dan Muqarrabin. Mereka konsentrasi penuh kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya.
Semakna dengan firman Allah: ”Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dengan kesesatannya”. (Al-An’am (6), ayat 91).
Puasa orang khusus ialah puasa orang-orang shalih, yaitu menahan anggota badan dari berbagai dosa.
Sedangkan kesempurnaannya ialah dengan Enam Perkara.
Pertama : Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci, ke setiap hal yang bisa menyibukkan hati dan melalaikan dari mengingat Allah ‘Azza wa Jalla.
Nabi saw bersabda: ”Pandangan adalah salah satu anak panah beracun di antara anak panah Iblis, semoga Allah melaknatinya” Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatannya di dalam hatinya”. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan ia meng-shahih-kan sanad-nya).
Kedua : Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran, dan perdebatan, mengendalikannya dengan diam; menyibukkannya dengan dzikrullah dan tilawah al-Qur’an.
Itulah puasa lisan. Sufyan berkata: “Ghibah dapat merusak puasa. Basyar bin al-Harits meriwayatkannya darinya. Laits meriwayatkan dari Mujahid: Dua hal yang merusak puasa, yaitu ghibah dan dusta.
Nabi saw bersabda: ”Sesungguhnya puasa itu tidak lain adalah perisai; apabila salah seorang di antara kamu sedang berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh; dan jika ada seseorang yang menyerangnya atau mencacinya maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya aku berpuasa”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Artikel Terkait
Tips Diet Sehat di Bulan Puasa untuk Menjaga Berat Badan, Hindari Konsumsi Makanan Manis Salah Satunya
Mandi Keramas Sebelum Puasa Ramadhan, Ritual atau Sunnah? ini Penjelasannya
Memaknai Tidur Dibulan Ramadhan Berdasarkan Pendapat Ulama
Apakah Sikat Gigi Membatalkan Puasa? Simak Penjelasan Buya Yahya Berikut
Hikmah Puasa ke 1, Beribadah tapi bernilai Sia-Sia