Bali Mengajarkan Etika Dalam Diam

photo author
- Rabu, 21 Mei 2025 | 09:12 WIB

Edisi.co.id - Matahari yang terbit dari timur menyajikan langit indah berwarna jingga, Kamu melaju dengan mobilmu perlahan di gang sempit yang ada di Kintamani, hingga terdengar suara bariton di telingamu.

Rasa dan Roda yang Berbenturan

Pagi hari yang cerah itu, kamu menyetir dengan perlahan di sebuah gang sempit yang ada di Kintamani menuju Gunung Batur. Gang itu hanya muat satu mobil dan terdapat rumah warga serta beberapa kios kecil. Kamu yang terbiasa dengan padatnya jalanan kota, merasa lega menemukan gang yang tampak sepi. Namun rasa lega itu seketika lenyap ketika seorang pria dewasa, dengan kain adat dan udeng putihnya di kepala, ia mengetuk jendela mobilmu dengan ekspresi yang tidak bias kamu tafsirkan, bukan marah ataupun senang, tapi wajah sedih terpampang dengan jelas.

Kamu menoleh dan melihatnya menunjuk ke arah tanah, tepat di belakang mobilmu. Di sanalah, dupa yang mengepulkan asap lembut kini hancur terlindas roda mobilmu. Canang yang sudah disusun rapi sekarang tidak berbentuk, bunga kamboja berserakan di sisi jalan, dan serpihan kelapa muda terlempar di jalanan. Kamu terdiam kaku, roda mobilmu tidak hanya melindas dupa, tapi juga niar, doa, dan harapan seseorang.

Kamu turun dari mobilmu, membungkuk untuk meminta maaf, tapi tidak tahu kepada siapa seharusnya kamu meminta maaf. Pria dewasa itu hanya mengangguk pelan, tidak ada kata-kata terlontar di mulutnya, langkahnya yang menjauh dengan pelan seolah meninggalkan pelajaran yang lebih dalam dari sekadar teguran untukmu

Di tempat ini, di waktu ini, kamu belajar bahwa sebuah gang sempit ternyata bias menjadi sebuah altar. Kendaraanmu yang biasa kamu anggap sebagai kendali, justru hari itu menjadi penanda bahwa kamu belum paham sama sekali bagaimana menghormati tempat yang baru kamu datangi dengan bagaimana seharusnya.

Di tempat ini, kamu belajar bahwa jalan bukan hanya aspal. Ia bisa menjadi altar. Dan kendaraanmu, yang biasa kamu anggap simbol kendali, justru hari itu menjadi penanda bahwa kamu belum benar-benar paham bagaimana menghormati tempat asing dengan cara yang seharusnya.

Etika Datang Dalam Diam di Bali

Setelah kejadian yang menimpamu pada hari itu, kamu mulai menyadari bahwa Bali tidak pernah benar-benar berkata “Dilarang”, tapi selalu mengundang untuk mengerti. Tidak ada tulisan “Jangan Melindas Sesajen”, tapi ada symbol yang begitu kuat dari penduduk sekitar, tatapan mereka, cara mereka menunduk saat dupa dinyalakan..

Etika di Bali tidak berbentuk tinta di atas kertas, tapi berbentuk sikap dan perbuatan. Kamu melihat bagaimana penduduk lokal melangkah dengan hati-hati melewati sesajen yang diletakkan di pinggir jalan. Bahkan anak kecil pun tahu bagaimana harus menyingkir agar tidak mengganggu budaya mereka. Semua terjadi tanpa peringatan, tanpa aba-aba, tapi semua terjadi dengan kesadaran diri yang dalam.

Kamu sadar, bahwa etika yang kamu tahu selama ini sangat verbal, berbasis peringatan dan sanksi. Tapi di sini, etika muncul dari rasa. Rasa hormat, rasa sayang, dan rasa sadar, rasa menjadi sebagian dari jiwa mereka. Di sinilah kamu belajar bahwa memahami dan menghormati budaya lain bukan sekadar mengetahui adatnya, tapi juga harus memahami nilai yang membentuknya.

Menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2023), sepanjang tahun 2024, tercatat lebih dari 100 pelanggaran budaya oleh wisatawan, beberapa pelanggarannya adalah menginjak sesajen dan memotret upacara keagamaan tanpa izin. Namun, sebagian besar pelanggaran terjadi karena ketidaktahuan, bukan karena disengaja. Banyak dari kita yang belum sempurna untuk menjadi tamu yang tahu diri.

Di Bali, kamu tidak dilarang degan keras. Kamu diajak untukmengerti. Dan kadang juga ajakan paling kuat justru dating melalui diam yang menggetarkan nurani.

Belajar dari Kesalahanmu Sendiri

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rohmat Rospari

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kemiskinan, Kesehatan, dan Tanggung Jawab Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 13:03 WIB

Hutan sebagai Korban Gaya Hidup Materialistis

Rabu, 17 Desember 2025 | 19:55 WIB

Bahasa yang Hilang di Balik Cahaya Layar Gadget

Rabu, 17 Desember 2025 | 15:29 WIB

UKW dan Kerendahan Hati Seorang Wartawan

Selasa, 16 Desember 2025 | 13:15 WIB

The Western Wall

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:40 WIB

Aset Perusahaan Terbakar? Begini Aspek Perpajakannya

Jumat, 12 Desember 2025 | 13:08 WIB

Kekaguman atas Sikap Kemanusiaan — Catatan Pribadi

Rabu, 10 Desember 2025 | 11:35 WIB
X