Media memegang peran penting dalam membentuk literasi masyarakat. Media bukan hanya penyampai informasi, tetapi ruang dialog dan penyimpanan ingatan kolektif. Karena itu saya pernah mengusulkan gagasan satu desa satu media online. Dengan media desa, masyarakat dapat menulis tentang kehidupan mereka, menyampaikan keluhan secara santun, dan mendokumentasikan sejarah lokal. Media sosial memang cepat, tetapi terlalu pendek untuk menyampaikan gagasan yang matang.
Selain media desa, perpustakaan desa juga sangat penting. Perpustakaan adalah jendela bagi warga untuk mengakses pengetahuan. Dengan perpustakaan yang dikelola baik, masyarakat dapat membaca, berdiskusi, dan belajar secara mandiri. Ketika literasi tumbuh, kualitas dialog publik juga akan meningkat.
Gerakan Pendidikan untuk Semua
Literasi tidak selalu harus dimulai dari usia sekolah. Banyak orang dewasa belum sempat menyelesaikan pendidikan dasar. Karena itu, saya mengusulkan peningkatan kapasitas pendidikan melalui program kejar paket untuk memperoleh ijazah SMP dan SMA. Bahkan saya membayangkan gerakan university for all, yaitu membuka kesempatan bagi siapa pun untuk menempuh pendidikan tinggi melalui berbagai jalur pembelajaran.
Manusia memang membutuhkan makanan untuk kenyang secara fisik, tetapi juga membutuhkan ilmu untuk kenyang secara mental. Pengetahuan membuat seseorang mampu berpikir, mengambil keputusan, dan berkontribusi pada masyarakat. Tanpa pengetahuan, seseorang mudah terseret arus informasi yang menyesatkan.
Menulis sebagai Kebudayaan Bangsa
Dengan seluruh pengalaman pribadi, sejarah keluarga, serta realitas sosial saat ini, saya semakin yakin bahwa menulis adalah kebiasaan yang harus dibudayakan. Menulis membuat seseorang belajar berpikir panjang. Menulis mengajarkan kedewasaan dalam menyampaikan pendapat. Dan yang terpenting, menulis menciptakan jejak yang tidak hilang oleh waktu.
Pramoedya Ananta Toer pernah berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah.” Kalimat ini bukan sekadar ungkapan sastra; ia adalah kenyataan bahwa peradaban dibangun oleh mereka yang menulis. Jika kita ingin menciptakan generasi yang kritis, beradab, dan berkarakter, maka budaya menulis harus menjadi bagian dari kehidupan kita.
Menulis adalah upaya memperpanjang ingatan. Ia memperluas pikir, memperhalus sikap, dan memperdalam karakter. Dan di tengah kekacauan informasi saat ini, menulis adalah jalan sunyi yang membawa kita kembali pada jernihnya pikiran.***
Artikel Terkait
Setelah Klaim Aceh Tamiang Sudah Bisa Ditembus, BNPB Justru Dinilai Kurang Efektif saat Tangani Bencana
IFG Gandeng BNPB Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar
Budaya Menanam, Pendidikan, dan Kelestarian Lingkungan: Sebuah Pemikiran
Bermalam di Aceh, Prabowo Pimpin Rapat Penanganan Bencana: Saya Monitor Terus
Langkah Berat Supian Suri di Tanah Bencana: “Mereka Bertahan Hanya dengan Pakaian di Badan”